Minggu, 24 Oktober 2010

OBAT-OBAT NEUROLOGI

MEDIKASI SISTEM PERSYARAFAN (OBAT-OBAT NEUROLOGI)
March 31, 2010
MEDIKASI SISTEM PERSYARAFAN (OBAT-OBAT NEUROLOGI)
Publish Oleh: Sunardi (Residensi Sp.KMB)
1. Deskripsi/ Penjelasan Topik
Obat Neuro adalah kumpulan obat atau zat kimia yang berfungsi untuk membantu pasien
dalam dalam proses mengurangi gejala atau dalam proses penyembuhan penyakit,
khususnya penyakit yang diakibatkan oleh gangguan persyarafan.
Yang termasuk obat- obatan neurologi antara lain :
Antikoagulan dan antitrombosit seperti Heparin dan Aspirin
Anti Konvulsi/Anti Epileptik, seperti Fenobarbital, Penitoin dan Karbamazepin
Anti Parkinson, seperti Levodopa, Amantadin
2. Pengalaman Klinik Terkait Topik
Dalam pemberian obat-obatan neuro di lapangan pada pasien, penting sekali memperhatikan enam benar pemberian obat, yaitu
:
1 Benar nama pasien
2 Benar nama obat
3 Benar dosis obat yang aka diberikan
4 Benar waktu pamberian
5 Benar cara pemberian dan
6 Benar mendokumentasikan
Hal ini sangat penting selalu diingatkan atau dikontrol ulang pada saat obat akan diberikan pada pasien, baik obat yang
diberikan secara oral maupun obat yag diberikan secara pareteral.
Kondisi- kondisi yang memungkinkan salah dalam memberikan obat adalah :
Salah nama, karena dalam ruang perawatan tersebut terdapat nama pasien yang sama, hal ini sering merupakan
kelalaian petugas, baik tenaga medis maupun perawat, namun sebetulnya walau nama pasien sama tetapi identitas pasien yang
lain seperti nomor register, usia dan kamar atau alamat pasien tetap berbeda.
Salah nama obat, hal ini dapat terjadi pada saat penulisan resep oleh tenaga medis, karena ada beberapa dokter
yang cenderung mempunyai pasien lebih dari satu pada bangsal tersebut dan penulisan resep tidak dilakukan pada saat
memeriksa pasiennya, tetapi menulis resep di tempat lain setelah memeriksa seluruh pasien.
Tidak tepat dosis, waktu dan cara memberikan obat, tak jarang obat yang harusnya diberikan sesuai dosis dan
waktu yang ditentukan, namun karena kelalaian dan kekurang trampilan dari perawat dalam pengaturan waktu serta terbatasnya
dana pasien , sering menjadi mundur dosis dan waktu pemberiannya.
Dokumentasi tidak tepat, hal yang masih ditemui di lapangan tidak lengkap dalam menuliskan apa yang sudah
dikerjakan pada pasien sebagai dasar kekuatan hukum bagi seorang perawat, bila terjadi hal-hal dikemudian hari, seharusnya
pada saat dokumentasi ditulis secara rinci jenis obat, berapa dosis, cara dan waktu saat pemberian , serta reaksi bila ada
setelah pemberian obat tersebut pada status rawat pasien dan harus tercantum siapa nama petugas yang memberikan berikut
paraf atau tanda tangan.
3. Fisiologi Obat bagi Tubuh Manusia
Obat merupakan kumpulan zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup setiap manusia yang mengkonsumsinya dan akan
melewati mekanisme kerja dari mulai bagaimana obat itu diabsorpsi, didistribusikan, mengalami biotransformasi dan akhirnya
harus ada yang diekskresikan.
√ Absorpsi Obat Dalam Tubuh
Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses. Pada
klinik pemberian obat yang terpenting harus mencapai bioavaibilitas yang menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi
sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik.
Hal ini penting, karena terdapat beberapa jenis obat tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai
sirkulasi sistemik, namun akan dimetabolisme oleh enzim didinding usus pada pemberian oral atau dihati pada lintasan
pertamanya melalui organ- organ tersebut.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat pada pemberian oral, antara lain :
Faktor Obat Sifat- sifat fisikokimia seperti stabilitas pH lambung, stabilitas terhadap enzim pencernaan serta
stabilitas terhadap flora usus, dan bagaimana formulasi obat seperti keadaan fisik obat baik ukuran partikel maupun bentuk
kristsl/ bubuk dll.
Faktor Penderita Bagaimana pH saluran cerna, fungsi empedu, kecepatan pengosongan lambung dari mulai
motilitas usus, adanya sisa makanan, bentuk tubuh, aktivitas fisik sampai dengan stress yang dialami pasien.
Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna Adanya makanan, perubahan pH saluran cerna, perubahan motilitas
saluran cerna, perubahan perfusi saluran cerna atau adanya gangguan pada fungsi normal mukosa usus
√ Distribusi Obat Dalam Tubuh
Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah, karena selain tergantung dari aliran darah,
distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya.
Distribusi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase berdasarkan penyebaran didalam tubuh, yaitu :
a. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik, seperti
jantung, hati, ginjal dan otak.
b. Distribusi fase kedua jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada fase
pertama, misalnya pada otot, visera, kulit dan jaringan lemak.
Distribusi obat dari sirkulasi ke Susunan Saraf Pusat sulit terjadi, karena obat harus menembus Sawar Darah Otak, karena
endotel kapiler otak tidak mempunyai celah antar sel maupun vesikel pinositotik.
√ Biotransformasi Obat Dalam Tubuh
Biotransformasi atau lebih dikenal dengan metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam
tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar atau lebih mudah larut dalam air dan
kurang larut dalam lemak, sehigga lebih mudah diekskresi melalui ginjal.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dibedakan berdasar letak dalam sel, yaitu Enzim Mikrosom terdapat dalam
reticulum endoplasma halus dan Enzim Non Mikrosom.
Kedua Enzim Mikroson dan Enzim Non Mikrosom, aktifitasnya ditentukan oleh faktor genetic, sehingga kecepatan
metabolisme obat antar individu bervariasi
√ Ekskresi Obat Dalam Tubuh
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk
asalnya. Obat atau metabolit polar lebih cepat diekskresi daripada obat larut lemak, kecuali yang melalui paru.
Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting dan ekskresi disini resultante dari 3 proses, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi
aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
Beberapa Obat Neurologi yang akan dibahas :
1. Antikoagulan dan Antitrombosit
Obat golongan ini digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat
fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar tersebut antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan
meluasnya thrombus dan emboli serta untuk mencegah bekunya darah di in vitro pada pemeriksan laboratorium dan tranfusi.
Antikoagulan oral dan heparin menghambat pembentukan fibrin dan digunakan secara profilaktik untuk mengurangi terjadinya
tromboemboli terutama pada vena. Kedua antikoagulan ini bermanfaat untuk pengobatan trombosis arteri karena akan
mempengaruhi pembentukan fibrin untuk mempertahankan trombosit
Antikoagulan dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu :
a. Heparin
Heparin endogen merupakan suatu mukopolisakarida yang mengandung sulfat, zat ini disintesa di dalam sel mast yang banyak
terdapat dalam paru. Sacara fisiologis peranan heparin belum diketahui, tetapi penglepasan ke dalam darah secara tiba-tiba
pada syok anafilaktik, heparin berperan dalam reaksi imunologik.
Mekanisme kerja heparin mengikat antitrombin III sehingga mempercepat inaktivasi faktor pembekuan darah. Pemberian
heparin dosis kecil dengan AT III menginaktivasi faktor Xa dan mencegah pembekuan dengan mencegah perubahan protombin
menjadi trombin. Sedang pemberian heparin dengan AT III dalam jumlah besar akan menghambat pembekuan dengan
menginaktivasi trombin dan faktor pembekuan sebelumnya, sehingga mencegah perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Efek dari pemberian heparin akan menekan kecepatan sekresi aldosteron, meningkatkan kadar tiroksin bebas dalam plasma,
menghambat activator fibrinolitik, menghambat penyembuhan luka, menekan imunitas seluler, menekan reaksi hospes terhadap
graft dan mempercepat penyembuhan luka bakar.
b. Antikoagulan Oral Antikoagulan oral merupakan antagonis vit K, dimana vit K sebagai kofaktor yang berperan dalam
aktivasi faktor pembekuan darah II, VII,IX dan X yaitu yang mengubah residu asam glutamate menjadi residu asam
gamakarboksiglutamat.
Respon terhadap antikoagulan oral dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti asupan vit K, banyaknya lemak dalam
makanan yang dikonsumsi, ataupun interaksi dengan obat lain. Obat-obat yang dapat mengurangi respon terhadap antikoagulan
oral antara lain barbiturate, glutetimid dan rifampisin.
c. Antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium
Natrium sitrat dalam darah akan mengikat kalsium menjadi kompleks kalsium sitrat, bahan ini banyak digunakan dalam darah
untuk tranfusi karena tak ada efek toksiknya. Asam oksalat dan senyawanya digunakan untuk antikoagulan in vitro, sebab
terlalu toksik untuk penggunaan in vivo.
2. Anti Konvulsi/ Anti Epileptik
Anti Konvulsi merupakan golongan obat yang identik dan sering hanya digunakan pada kasus- kasus kejang karena Epileptik.
Saat ini Fenobarbital merupakan obat yang memiliki efek antikonvulsi spesifik yang berarti efek antikonvulsinya tidak berkaitan
langsung dengan efek hipnotiknya. Fenitoin sampai saat ini masih merupakan obat utama bagi penderita Epilepsi.
Lamotrigin merupakan obat antiepilepsi baru yang bekerja melalui mekanisme hambatan atas pelepasan neurotransmitter
eksitatorik, dengan dosis antara 25-400 mg/ hr, pada anak dosis 5-15 mg/hr/kg BB. Efek samping yang didapat antar lain
dizziness, ataxia dan rash.
Mekanisme kerja obat Antiepilepsi ini yang terpenting ada 2, yaitu :
a. Mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron dan focus epilepsi.
b. Mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari
fokus epilepsi. Penetapan kadar antiepilepsi dalam darah sangat penting, karena merupakan kagiatan Therapeutic Drug
Monitoring, yang berperan dalam individualisasi dosis antiepilepsi, karena berbagai faktor dapat menyebabkan obat yang
diminum menghasilkan kadar yang berbeda antar/ inter individu. Selain itu pengukuran kadar obat juga akan membantu untuk
mengetahui : √ Kepatuhan pasien minum obat
√ Apakah kadar terapi sudah dicapai dengan dosis yang diberikan √ Apakah peningkatan dosis masih dapat dilakukan pada
bangkitan yang belum teratasi, tanpa menimbulkan efek toksik √ Besarnya dosis untuk penyesuaian bila terjadi interaksi obat,
perubahan keadaan fisiologis maupun penyakit
Beberapa Obat Golongan Antikonvulsi/ Antiepilepsi
a. Golongan Hidantoin
Pada golongan ini terdapat 3 senyawa yaitu Fenitoin, mefentoin dan etotoin, dari ketiga jenis itu yang tersering digunakan adalan
Fenitoin dan digunakan untuk semua jenis bangkitan, kecuali bangkitan Lena. Fenitoin merupakan antikonvulsi tanpa efek
depresi umum SSP, sifat antikonvulsinya penghambatan penjalaran rangsang dari focus ke bagian lain di otak.
b. Golongan Barbiturat
Golongan obat ini sebagai hipnotik-sedative dan efektif sebagai antikonvulsi, yang sering digunakan adalah barbiturate kerja
lama ( Long Acting Barbiturates ). Jenis obat golongan ini antara lain fenobarbital dan primidon, kedua obat ini dapat menekan
letupan di focus epilepsy
c. Golongan Oksazolidindion
Salah satu jenis obatnya adalah trimetadion yang mempunyai efek memperkuat depresi pascatransmisi, sehingga transmisi impuls
berurutan dihambat , trimetadion juga dalam sediaan oral mudah diabsorpsi dari saluran cerna dan didistribusikan ke berbagai
cairan tubuh.
d. Golongan Suksinimid
Yang sering digunakan di klinik adalah jenis etosuksimid dan fensuksimid yang mempunyai efek sama dengan trimetadion.
Etosuksimid diabsorpsi lengkap melalui saluran cerna, distribusi lengkap keseluruh jaringan dan kadar cairan liquor sama dengan
kadar plasma. Etosuksimid merupakan obat pilihan untuk bangkitan lena.
e. Golongan Karbamazepin
Obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik klonik dan
merupakan obat pilihan pertama di Amerika Serikat untuk mengatasi semua
bangkitan kecuali lena.
Karbamazepin merupakan efek analgesic selektif terutama pada kasus neuropati dan
tabes dorsalis, namun mempunyai efek samping bila digunakan dalam jangka lama,
yaitu pusing, vertigo, ataksia, dan diplopia.
f. Golongan Benzodiazepin
Salah satu jenisnya adalah diazepam, disamping senagai anti konvulsi juga mempunyai efek antiensietas dan merupakan obat
pilihan untuk status epileptikus.
3. Anti Parkinson
Berdasarkan konsep keseimbangan komponen dopaminergik-kolinergik, kemoterapi penyakit Parkinson dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu :
a. Obat Dopaminergik Sentral
Jenis obat ini adalah levodopa mempunyai daya absoprsi cepat secara aktif terutama di usus, dan kecepatan absorpsinya
tergantung dari pengosongan lambung. Absorpsi di sirkulasi sedikit karena cepat mengalami pemecahan di lambung, mudah
dirusak oleh flora usus dan lambat mekanisme absorpsi di distal duodenum.
Mekanisme kerja dari levodopa pada pasien Parkinson sebagian aktivitas enzim menurun tetapi pada keadaan ini akan
mencukupi untuk mengubah levodopa menjada dopamine. Dengan pemberian levodopa sebagian pasien menunjukan gejala
trias yang berkurang. Namun efek samping levodopa juga perlu mendapat perhatian, karena sangat mengganggu seperti : mual,
muntah, nausea, diskinesia dan gerakan volunteer.
b. Antikolinergik Sentral
Obat golongan ini merupakan alternative dari levodopa dalam pengobatan Parkinson,
Antikolinergik yang sering digunakan antara lain : biperiden, proksiklidin, benztropin
dan antihistamin dengan efek antikolinergik difenhidramin.
Mekanisme kerjanya mengurangi aktifitas kolinergik yang berlebih di ganglia basalis.
Obat golongan ini mempunyai efek samping sentral dan perifer, berupa ataksia,
disartria, hipertermia. Antihistamin dapat digunakan sebagai obat Parkinson dengan
efek antikolinergiknya.
4. Kaitan Topik Dengan Proses Keperawatan
Sebagai perawat tentunya harus mengetahui penyakit dan jenis pengobatan apa yang sedang dilakukan pada pasiennya, dengan
demikian akan mudah mengenali hal-hal yang terjadi pada pasiennya. Sehubungan dengan berbagai jenis obat yang akan
diberikan, hal-hal yang perlu dikaji dari pasiennya, antara lain :
Identitas pasien
Alergi terhadap salah satu jenis obat
Pengetahuan pasien tentang penyakit dan pengobatan
Pola makan dan gaya hidup
Riwayat minum obat sebelumnya
Koping dan motivasi terhadap penyembuhan penyakit
Support system di keluarga
• Kesiapan dana dan pengobatan jangka panjang
5. Kritik Terhadap Temuan
Tidak diungkap pengalaman individu dalam menggunakan obat-obat neuro secara detail, sehingga dapat memberi gambaran
bagi pasien lain yang mendapat pengobatan serupa. Obat-obat neuro cenderung mempunyai jenis yang banyak, sehingga
cenderung mempunyai kesan “ Trial and Error “ .
6. Rencana Aplikasi di Klinik
√ Menjadi pendamping pasien saat harus memilih jenis pengobatan yang harus dijalankan dengan memberikan informasi yang
diperlukan. √ Berusaha turut memberikan motivasi dan sebagai PMO ( Pemantau Makan Obat ) dengan melibatkan keluarga.

Obat Epilepsi

SITI AMIYAKUN
04 07 1597
A/KP/VII

Epilepsi atau sawan atau penyakit ayan adalah suatu gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini disertai pelepasan muatan listrik
Obat saraf golongan antikonvulsan / obat epilepsi
Obat epilepsi terbagi dalam 8 golongan.
1. Golongan Hidantoin: Fenitoin, Mefenotoin, Etotoin.
Fenitoin/Phenytoin biasa dalam bentuk garamnya yaitu Phenytoin Na dengan sediaan kapsul 50 mg dan 100 mg, serta ampul untuk suntik 100mg/2 ml.
2. Golongan Barbiturat: Fenobarbital, Primidon.
Fenobarbital atau Phenobarbital tersedia dalam bentuk garamnya untuk sediaan suntik dengan kemasan ampul 200 mg / 2 ml. Juga ada yang dikombinasi dengan golongan hidantoin (Diphenylhidantoin) tersedia dalam bentuk tablet.
3. Golongan Oksazolidindion: Trimetadion.
4. Golongan Suksinimid: Etosuksimid, Karbamazepin, Ox Carbazepine
5. Golongan Benzodiazepin: Diazepam, Klonazepam, Nitrazepam, Levetiracetam
6. Golongan Asam Valproat dan garamnya (Divalproex Na)
7. Golongan Phenyltriazine; Lamotrigine
Lamotrigine dapat menyebabakan ruam yang berakibat fatal sehingga menimbulkan cacat atau kematian. Beritahu dokter anda kalau anda minum juga obat golongan asam valproat, karena obat golongan ini dapat meningkatkan efek samping Lamotrigine. Selain sebagai obat epilepsi juga digunakan untuk memperpanjang periode serangan pada penderita depresi, mania dan perasaan yang abnormal lainnya pada penderita bipolar I.
8. Golongan Gabapentin dan turunannya (Pregabalin)
Pregabalin digunakan untuk mengontrol serangan epilepsi. Obat epilepsi ini tidak menyembuhkan epilepsi dan hanya akan bekerja untuk mengontrol serangan epilepsi sepanjang minum obat epilepsi ini. Obat ini juga digunakan untuk nyeri syaraf yang disebabkan penyakit herpes (post herpetic neuralgia) dan nyeri akibat kerusakan syaraf karena diabetes. Pregabalin baru tersedia dalam bentuk kapsul 75 mg.
9. Lainnya: Fenasemid, Topiramate
Topiramate merupakan obat epilepsi baru dengan sediaan tablet 25 mg, 50 mg dan 100 mg juga dalam bentuk kapsul sprinkle 15 mg, 25 mg dan 50 mg. Diminum sebelum atau sesudah makan dengan air segelas penuh.
Semua obat epilepsi harus diminum sesuai dengan dosis yang diberikan oleh dokter. Jangan melebihkan dosis dan waktu pengobatan yang diberikan oleh dokter, juga jangan hentikan pengobatan tanpa memberitahu dokter anda.
Obat Jenis epilepsi Efek samping yg mungkin terjadi
Karbamazepin Generalisata, parsial Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang
Etoksimid Petit mal Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang
Gabapentin Parsial Tenang
Lamotrigin Generalisata, parsial Ruam kulit
Fenobarbital Generalisata, parsial Tenang
Fenitoin Generalisata, parsial Pembengkakan gusi
Primidon Generalisata, parsial Tenang
Valproat Kejang infantil, petit mal Penambahan berat badan, rambut rontok
Tabel. Obat Epilepsi dan efek sampingnya
Ada dua mekanisme obat epilepsi yang penting yaitu dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dan dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.
Obat epilepsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi; sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala kejang/konvulsi penyakit lain.
Pasien perlu berobat secara teratur. Pasien atau keluarganya dianjurkan untuk membuat catatan tentang datangnya waktu bangkitan epilepsi.
Pemeriksaan neurologik disertai EEG perlu dilakukan secara berkala. Di samping itu perlu berbagai pemeriksaan lain untuk mendeteksi timbulnya efek samping sedini mungkin yang dapat merugikan, antara lain pemeriksaan darah, kimia darah, maupun kadar obat dalam darah.
Fenitoin dan karbamazepin merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan epilepsi kecuali terhadap epilepsi petit mal.
Penyakit Epilepsi
Ada beberapa jenis epilepsi dan yang paling umum adalah bentuk grand mal, petit mal dan temporal.
1. Grand mal. Cirinya adalah kejang kaku bersama kejutan-kejutan ritmis dari anggota badan dan hilangnya kesadaran untuk sementara. Penderita kadang-kadang menggigit lidahnya sendiri dan juga dapat terjadi inkontinensia urin atau feses.
2. Petit mal. Cirinya serangan yang singkat, antara beberapa detik sampai setengah menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Gejalanya berupa keadaan termangu-mangu (pikiran kosong, kehilangan respon sesaat), muka pucat, pembicaraan terpotong-potong atau mendadak berhenti mendadak.
3. Temporal atau psikomotor. Pada serangan parsial ini, kesadaran menurun hanya untuk sebagian tanpa hilangnya ingatan. Penderita memperlihatkan kelakuan tidak sengaja tertentu seperti gerakan menelan atau berjalan dalam lingkaran.
Untuk pemilihan obat epilepsi yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter.
Di apotik online medicastore anda dapat mencari obat epilepsi secara mudah dengan mengetikkan di search engine medicastore. Sehingga anda dapat membaca informasi obat epilepsi sesuai kebutuhan anda.

Antiepilepsi…….fenitoin aja……


SITI AMIYAKUN
04 07 1597
A/KP/VII

Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episoda singkat (disebut bangkitan atau seizure); dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikik dan selalu disertai gambaran letupan EEG abnormal dan eksesif. Berdasarkan gambaran EEG, epilepsi dapat dinamakan distrimia serebral yang bersifat paroksismal. Serangan ditandai dengan reaksi motorik abnormal (kejang tonik, kejang tonik-klonik, tarikan otot, reaksi stereotip) dan/atau gangguan kesadaran atau hilangnya kesadaran serta kadang-kadang terjadi juga peningkatan reaksi vegetatif. Naiknya keterangsangan suatu neuron ditandai dengan ketidakstabilan potensial membran dan muatan cenderung untuk hilang secara spontan. Ini dapat disebabkan berbagai hal : Pengaruh pada pompa Na + -K+ akibat defisiensi energi (misalnya akibat hipoglikemia, hipoksia, inhibitor enzim) turunnya potensial membran akibat gangguan elektrolit, depolarisasi membran sel akibat naiknya konsentrasi neurotransmiter inhibisi,atau gagalnya sinapsis inhibitorik.

Pemberian obat antiepilepsi selalu dimulai dengan dosis rendah, dinaikan bertahap sampai epilepsi terkendali atau terjadi efek kelebihan dosis. Frekuensi pemberian biasanya didasarkan atas waktu paruh plasma. Obat yang mempunyai waktu paruh lama, seperti fenobarbiton dan fenitoin, dapat diberikan sekali sehari menjelang tidur. Kadang obat perlu diberikan 3 kali sehari, untuk menjaga agar kadar plasmanya tidak terlalu tinggi, sehingga terhindar dari efek sampingnya. Anak-anak biasanya diberikan lebih sering dan dosisnya relatif lebih tinggi per Kg berat badan , karena cepatnya mereka memetabolisir obat.
Obat antiepilepsi terbagi dalam 8 golongan. Empat golongan antiepilepsi mempunyai rumus dengan inti berbentuk cincin yang mirip satu sama lain yaitu golongan hidantoin, barbiturate, oksazolidindion dan suksinimid.
GOLONGAN HIDANTOIN
Hidantoin merupakan senyawa laktam dari asam ureidoasetat (2,4-diokso-imidazolidin). Untuk mendapat senyawa yang berkhasiat antiepileptik,sama seperti pada senyawa barbiturat, harus ada sekurang-kurangnya satu penyulih aril atau aralkil pada C-5.
Keuntungan dari senyawa ini adalah bahwa ia bekerja antikonvulsif kuat dan berbeda dari barbiturat,hanya bersifat sedatif lemah, malahan kadang-kadang bersifat stimulan. Karena kerja obat dimulai dengan lambat, dan kemampuan untuk memetabolisme fenitoin amat beragam antar individu maka dosis harian hanya dapat dinaikan dengan perlahan-lahan. Biasanya berminggu-minggu sebelum digunakan dosis terapi penuh.
Dalam golongan hidantoin dikenal 3 senyawa antikonvulsi: fenitoin (difenilhidantoin), mefenitoin, dan etotoin dengan fenitoin sebagai prototipe. Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsi, kecuali bangkitan lena. Adanya gugus fenil atau aromatic lainnya pada atom C5 penting untuk efek pengendalian bangkitan tonik-klonik; sedangkan gugus akil bertalian dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan barbiturate, tetapi tidak pada fenitoin. Adanya gugus metil pada atom N3 akan mengubah spektrum aktifitas misalnya mefenitoin, dan hasil N demetilasi oleh enzim mikrosom hati menghasilkan metabolit tidak aktif.
FARMAKOLOGI :
Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan regiditas deserebrasi. Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsangan dari fokus ke bagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sistem konduksi di jantung. Fenitoin juga mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran sel; dalam hal ini, khususnya dengan mengiatkan pompo Na+ neuron.
Bangkitan tonik-klonik dan beberapa bangkitan parsial dapat pulih secara sempurna. Gejala aura sensorik dan gejala prodromal lainnya tidak dapat dihilangkan secara sempurna oleh fenitoin.

FARMAKOKINETIKA :

Absorpsi fenitoin yang diberikan per oral berlangsung lambat, sesekali tidak lengkap; 10% dari dosis oral diekskresi bersama tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis muatan (loading dose) perlu diberikan, 600-800 mg, dalam dosis terbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam waktu 24 jam. Pemberian fenitoin secara i.m,menyebabkan fenitoin mengendap ditempat suntikan kira kira 5 hari,dan absorpsi berlangsung lambat. Fenitoin didistribusi keberbagai jaringan tubuh dalam kadar yang berbeda-beda. Setelah suntikan i.v, kadar yang terdapat dalam otak, otot skelet dan jaringan lemak lebih rendah daripada kadar didalam hati, ginjal dan kelenjar ludah.
Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh albumin plasma kira-kira 90 %. Pada orang sehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira 10 %; sedangkan pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit hepatorenal dan neonatus fraksi rata-rata diatas 15 %. Pada pasien epilepsi, fraksi bebas berkisar antara 5,8% – 12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebih lama; tetapi mula kerja lebih lambat daripada fenobarbital. Biotransformasi terutama berlangsung dengan cara hidroksilasi oleh mikrosom hati. Metabolit utamanya ialah derivate parahidroksifenil. Biotransformasi oleh enzim mikrosom hati sudah mengalami kejenuhan pada kadar terapi, sehingga peninggian dosis akan sangat meningkat kadar fenitoin dalam serum secara tidak proporsional. Oksidasi pada satu gugus fenil sudah menghilangkan efek antikonvusinya. Sebagian besar metabolit fenitoin diekskresi bersama empedu, kemudian mengalami reabsorpsi dan biotransformasi lanjutan dan diekskresi melalui ginjal. Di ginjal, metabolit utamanya mengalami sekresi oleh tubuli, sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsropsi.

INTERAKSI OBAT :
Kadar fenitoin dalam plasma akan meninggi bila diberikan bersama kloramfenikol, disulfiram, , simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamide tertentu, karena obat-obat tersebut menghambat biotransformasi fenitoin. Sedangkan sulfisoksazol, fenibutazon, salisilat dan asam valproat akan mempengaruhi ikatan protein plasmanya fenitoin sehingga meninggikan juga kadarnya dalam plasma. Teofilin menurunkan kadar fenitoin bila diberikan bersamaan, diduga karena teofilin meningkat biotransformasi fenitoin juga mengurangi absorpsinya.
Interaksinya fenitoin dengan fenobarbital dan kabarmazepin kompleks. Fenitoin akan menurun kadarnya karena fenobarbital menginduksi enzim mikrozom hati, tetapi kadang-kadang kadar fenitoin dapat meningkat akibat inhibisi kompetitif dalam metabolisme. Hal yang sama berlaku untuk kombinasi fenitoin dengan karbamazepin. Karena itu terapi kombinasi harus dilakukan secara hati-hati, sebaiknya diikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma.


INTOKSIKASI DAN EFEK SAMPING :
Fenitoin sebagai obat epilepsI dapat menimbulkan keracunan, sekalipun relatif paling aman dari kelompoknya. Gejala keracunan ringan biasanya mempengaruhi SSP, saluran cerna, gusi dan kulit,; sedangkan yang lebih berat mempengaruhi kulit, hati dan sumsum tulang. Hirsustisme jarang terjadi, tetapi bagi wanita muda hal ini dapat sangat mengganggu.
Susunan saraf pusat
Efek samping fenitoin tersering ialah diplopia,ataksia dan vertigo, nistagmus. Sukar berbicara (slurred speech) disertai gejala lain, misalnya tremor , gugup, kantuk, rasa lelah, gangguan mental yang sifatnya berat, ilusi, halusinasi, sampai psikotik. Defisiensi folat yang cukup lama merupakan faktor yang turut berperan dalam terjadinya gangguan mental. Efek samping SSP lebih sering terjadi dengan dosis melebihi 0,5 g sehari.
Saluran cerna dan gusi
Nyeri ulu hati, anoreksia, mual dan muntah, terjadi karena fenitoin bersifat alkali. Pemberian sesudah makan atau dalam dosis terbagi, dapat mencegah atau mengurangi saluran cerna.
Kulit
Efek samping pada kulit terjadi pada 2-5% pasien, lebih sering pada anak dan remaja yaitu berupa ruam morbiliform.
Pada wanita muda pengobatan fenitoin secra kronik menyebabkan keratosis dan hirsutisme, karena meningkatnya aktifitas korteks suprarenalis.
Fenitoin bersifat teratogenik. Kemungkinan melahirkan bayi dengan cacat kongenital meningkat menjadi 3 kali, bila ibunya mendapatkan terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan.
INDIKASI :
Fenitoin diindikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan parsial atau lokal. Indikasi lain ialah untuk neuralgia trigeminal, dan aritmia jantung. Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT) untuk meringkan konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstrapiramidal iatrogenik.
DOSIS :
Oral; dosis awal 3-4 mg/Kg/hari atau 150-300 mg/Kg, dosis tunggal atau terbagi 2 kali sehari. Dapat dinaikkan bertahap. Dosis lazim; 300-400 mg/hari, maksimal 600 mg/hari. ANAK; 5-8 mg/Kg/hari, dosis tunggal/ terbagi 2 kali sehari. Status epileptikus; i.v lambat atau infuse, 15 mg/Kg, kecepatan maksimal 50 mg/menit (loading dose). Pemeliharaan sekitar 100 mg diberikan sesudahnya, interval 6-8 jam. Monitor kadar plasma. Pengurangan dosis berdasarkan berat badan.

Daftar Pustaka :
Anonim, 1995, Farmakologi dan Terapi Edisi IV, 165-168, Universitas Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 152-154, Depkes RI, Jakarta.
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, 170-173, Penerbit ITB, Bandung

HALOPERIDOL

SITI AMIYAKUN
04 07 1597
A/KP/VII

Haloperidol

Deskripsi

- Nama & Struktur Kimia : Haloperidolum, 4-[4-(4-Chlorophenyl)-4-hydroxypiperidino]-4-fluorobutyrophenone. C21H23ClFNO2.
- Sifat Fisikokimia : Mikrokristal tidak berbentuk, berwarna putih -putih kekuningan. Praktis tidak larut dalam air, kelarutan dalam alkohol 1:60.
- Keterangan : -

Golongan/Kelas Terapi : Psikofarmaka
Nama Dagang
- Lodomer

- Serenace

- Haldol

Bentuk Sediaan
Injeksi Sebagai Dekanoat, 50 mg/ml, 1 ml; Larutan Injeksi Sebagai Laktat, Tablet 1,5 mg, 2 mg, 5 mg.



Indikasi
Penanganan shcizofrenia, sindroma Tourette pada anak dan dewasa, masalah perilaku yang berat pada anak.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Anak-anak 3-12 tahun
Oral :
Awal : 0,05 mg/kg/hari atau 0,25-0,5 mg/hari dibagi dalam 2-3 dosis; peningkatan 0,25-0,5 mg setiap 5-7 hari maksimum 0,15 mg/kg/hari.
Dosis lazim pemeliharaan :
Agitasi/hiperkinesia : 0,01-0,003 mg/kg/hari, sehari satu kali.;
Gangguan nonpsikosis : 0,05-0,075 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis;
Gangguan psikosis : 0,05-15 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis.
Anak-anak 6-12 tahun:
Gangguan psikosis/sedasi : i.im. sebagai laktat: 1-3 mg/dosis setiap 4-8 jam ditingkatkan sampai maksimum 0,15 mg/kg/hari; ubah ke terapi oral sesegera mungkin.
Dewasa :
Psikosis :
Oral : 0,5-5 mg, sehari 2-3 kali, maksimum lazimnya 30 mg/hari.
I.m. sebagai laktat : 2-5 mg setiap 4-8 jam sesuai kebutuhan;
Sebagai dekanoat : awal 10-20 x dosis harian oral, diberikan dengan interval 4 minggu.
Dosis pemeliharaan : 10-15 kali dosis awal oral, digunakan untuk menstabilkan gejala psikiatri.
Delirium di unit perawatan intensif: iv.: 2-10 mg; dapat diulang secara bolus setiap 20-30 menit sampai dicapai kondisi tenang, kemudian berikan 25% dosis maksimum setiap 6 jam, monitor EKG dan interval QT.
IV intermiten : 0,03-0,15 mg/kg setiap 30 menit sampai 6 jam.
Oral :
Agitasi : 5-10 mg; infus iv. 100mg/100 ml D5W (dextrosa 5%), kecepatan 3-25 mg/jam.
Agitasi berat : setiap 30-60 menit 5-10 mg oral atau 5 mg im., dosis pemeliharaan total 10-20 mg.
Orang tua :
Awal 0,25-0,5 mg oral sehari 1-2 kali, tingkatkan dosis 0,25-0,5 mg/hari setiap interval 4-7 hari,
Naikkan interval pemberian sehari 2 kali, sehari 3 kali dan seterusnya bila diperlukan untuk mengontrol efek samping.
Farmakologi
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak. Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolisme basal, temperatur tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis.
Onset kerja : sedasi :iv.: sekitar 1 jam,
Durasi dekanoat : sekitar 3 minggu; distribusi; melewati plasenta dan masuk ke ASI.
Ikatan protein : 90%, metabolisme: di hati menjadi senyawa tidak aktif, bioavailabilitas oral : 60%,
T½ eliminasi 20 jam, T maks serum : 20 menit,
Ekskresi : urin, dalam 5 hari, 33-40% sebagai metabolit, feses 15%.
Stabilitas Penyimpanan
Hindari cahaya, injeksi haloperidol laktat disimpan di temperatur ruang, hindari cahaya, pembekuan dan temperatur>40°C, paparan sinar dapat menghilangkan warna dan menyebabkan endapan merah abu-abu setelah beberapa minggu. Stabilitas larutan standar (0,5 -100 mg/50-100 ml dekstrosa 5% adalah 38 hari pada suhu kamar 24°C.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi, penyakit Parkinson, depresi berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau hati berat, koma.
Efek Samping
KV : takikardia, hiper/hipotensi, aritmia, gelombang T abnormal dengan perpanjangan repolarisasi ventrikel, torsade de pointes (sekitar 4%).
SSP : gelisah, cemas, reaksi ekstrapiramidal, reaksi distonik, tanda pseudoparkinson, diskinesia tardif, sindroma neurolepsi malignan, perubahan pengaturan temperatur tubuh, akathisia, distonia tardif, insomnia, eforia, agitasi, pusing, depresi, lelah,sakit kepala, mengantuk, bingung, vertigo, kejang.
Kulit : kontak dermatitis, fotosensitifitas, rash, hiperpigmentasi, alopesia
Metabolik & endokrin : amenore, gangguan seksual, nyeri payudara, ginekomastia, laktasi, pembesaran payudara, gangguan keteraturan menstruasi, hiperglisemia, hipoglisemia, hiponatremia;
Saluran cerna : berat : mual muntah, anoreksia, konstipasi, diare, hipersalivasi, dispepsia, xerostomia.
Saluran genito-urinari : retensi urin, priapisme;
Hematologi : cholestatic jaundice, obstructive jaundice;
Mata : penglihatan kabur,
Pernafasan : spasme laring dan bronkus;
Lain-lain : diaforesis dan heat stroke.
Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Efek haloperidol meningkat oleh klorokuin, propranolol, sulfadoksin-piridoksin, anti jamur azol, chlorpromazin, siprofloksacin, klaritromisin,
delavirdin, diklofenak, doksisiklin, aritromisin, fluoksetin, imatinib, isoniasid, mikonazol, nefazodon, paroksetin, pergolid, propofol, protease inhibitor, kuinidin, kuinin, ritonavir, ropinirole, telitromisin, verapamil, dan inhibitor CYP2D6 atau 3A4.
Haloperidol dapat meningkakan efek amfetamin, betabloker tertentu, benzodiazepin tertentu, kalsium antagonis, cisaprid, siklosporin, dekstrometorfan, alkaloid ergot, fluoksetin, inhibitor HMG0CoA reductase tertentu, lidokain, paroksetin, risperidon, ritonavir, sildenafil , takrolimus, antidepresan trisiklik, venlafaksin, dan sunstrat CYP2D6 atau 3A4.
Haloperidol dapat meningkatkan efek antihipertensi, SSP depresan, litium, trazodon dan antidepresan trisiklik.
Kombinasi haloperidol dengan indometasin dapat menyebabkan mengantuk, lelah dan bingung sedangkan dengan metoklopramid dapat meningkatkan resiko ekstrapiramidal.
Haloperidol dapat menghambat kemampuan bromokriptin menurunkan konsentrasi prolaktin.
Benztropin dan antikholinergik lainnya dapat menghambat respons terapi haloperidol dan menimbulkan efek antikholinergik.
Barbiturat, karbamazepin, merokok, dapat meningkatkan metabolisme haloperidol.
Haloperidol dapat menurunkan efek levodopa, hindari kombinasi.
Efek haloperidol dapat menurun oleh aminoglutetimid, karbamazepin, nafsilin, nevirapin, fenobarbital, fenitoin, rifamisin dan induser CYP3A4 lainnya.
Efek haloperidol dapat menurun oleh aminoglutetimid, karbamazepin, nafsilin, nevirapin, fenobarbital, fenitoin, rifamisin dan induser CYP3A4 lainnya.
- Dengan Makanan :
Etanol meningkatkan depresi SSP, Valerian St John's wort, kava-kava, gotu kola dapat meningkatkan depresi SSP.

Pengaruh

- Terhadap Kehamilan : Faktor risiko : C Dicurigai bersifat teratogenik.
- Terhadap Ibu Menyusui : Masuk ke dalam ASI, tidak dianjurkan.

- Terhadap Anak-anak : Keaman dan efikasi pada anak<3 tahun belum di tetapkan.

- Terhadap Hasil Laboratorium : -

Parameter Monitoring
Gambaran vital : profil lipid, glukosa darah puasa/Hgb A1c, indeks berat badan, status mental, skala normal gerakan yang tidak disengaja, gejala ekstrapiramidal.
Peringatan
Hati-hati penggunaan pada pasien dengan depresi SSP, penyakit hati dan jantung berat. Hipotensi mungkin terjadi terutama pada pemberian parenteral. Bentuk dekanoat jangan diberikan secara iv. Hindari penggunaan pada tirotoksikosis. Hati-hati digunakan pada gangguan yang menunjukkan depresi SSP karena menimbulkan sedasi. Hati-hati penggunaan pada pasien yang mengalami ketidakstabilan hemodinamik, kecenderungan kejang, kerusakan subkortikal otak, penyakit ginjal dan pernafasan. Hati-hati pada penderita yang beresiko menderita pneumonia (misalnya penyakit Alzheimer) karena kemungkinan terjadi dismotil esofagus dan aspirasi. Hati-hati pada penderita kanker payudara atau tumor yang dependen terhadap prolaktin karena mungkin meningkatkan kadar prolaktin. Mungkin mengubah pengaturan temperatur tubuh, atau menutupi efek toksik obat lain karena efek anti emetik. Mungkin mengubah hantaran di jantung;aritmia yang mengancam jiwa. Hipotensi dapat terjadi dengan pemberian secara im, hati-hati pada pasien dengan penyakit: serebrovaskuler, kardiovaskuler,atau obat yang menimbulkan penyakit-penyakit tersebut karena dapat menimbulkan hipotensi ortostatik. Pemberian sebagai dapat memperpanjang reaksi yang tidak dikehendaki. Beberapa obat mengandung tartazine.
Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus
-
Informasi Pasien
Obat ini untuk mengobati gangguan emosi, mental dan kecemasan. Juga digunakan untuk gejala Tourette dan kondisi lain yang ditetap kan dokter Katakan ke dokter bila pernah alergi dengan obat ini atau dengan obat atau makanan lain. Gunakan obat sesuai anjuran dokter. Kadang obat ini harus digunakan beberapa minggu sebelum efek penuh dicapai. Bila lupa meminum obat ini yang aturan pakainya satu tablet pada malam hari, jangan meminumnya pagi hari kecuali setelah berkonsultasi dengan dokter. Bila digunakan lebih dari satu dosis/tablet per hari, segera minum obat bila lupa, tetapi bila sudah dekat dengan waktu minum kedua, tinggalkan dosis pertama dan mulai dengan dosis reguler. Jangan hentikan minum obat tanpa berkonsultasi dengan dokter. Konsultasikan dengan dokter bila memakan obat lain. Bila merasakan reaksi yang tidak menyenangkan/menganggu karena memakan obat ini konsultasikan dengan dokter. Simpan obat ini jauh dari jangkauan anak-anak.
Mekanisme Aksi
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak. Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolisme basal, temperatur tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis.
Daftar Pustaka
Sweetman SC. Et.al. Martindale:The complete drug reference, 34th ed., Pharmaceuticall Press 2005.
LacyCF. Et.al. drug Information handbook international, Lexicomp 2005.
The United States Pharmacopeial Convention,Inc. Advice for the patient Drug Information in Lay Language ;USPDI 17th ed. Rand McNally, Tauton, Massachusetts 1997.

Peran Perawat Dalam Pemberian Obat

Peran Perawat Dalam Pemberian Obat

Anastasia Anna, SKp. MKes.

Pendahuluan
Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman . Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan . Secara hukum perawat bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien . Sekali obat telah diberikan , perawat bertanggung jawab pada efek obat yang diduga bakal terjadi. Buku-buku referensi obat seperti , Daftar Obat Indonesia ( DOI ) , Physiciansâ Desk Reference (PDR), dan sumber daya manusia , seperti ahli farmasi , harus dimanfaatkan perawat jika merasa tidak jelas mengenai reaksi terapeutik yang diharapkan , kontraindikasi , dosis , efek samping yang mungkin terjadi , atau reaksi yang merugikan dari pengobatan ( Kee and Hayes, 1996 ).

A. Enam Hal yang Benar dalam Pemberian Obat
Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman , seorang perawat harus melakukan enam hal yang benar : klien yang benar, obat yang benar, dosis yang bena, waktu yang benar, rute yang benar, dan dokumentasi yang benar.
Pada waktu lampau, hanya ada lima hal yang benar dalam pemberian obat. Tetapi kini ada hal keenam yang dimasukkan yaitu dokumentasi. Dua hal tambahan klien juga dapat ditambahkan : hak klien untuk mengetahui alasan pemberian obat, hak klien untuk menolak penggunaan sebuah obat.
Klien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa identitas klien, dan meminta klien menyebutkan namanya sendiri. Beberapa klien akan menjawab dengan nama sembarang atau tidak berespon, maka gelang identifikasi harus diperiksa pada setiap klien pada setiap kali pengobatan. Pada keadan gelang identifikasi hilang, perawat harus memastikan identitas klien sebelum setiap obat diberikan.
Dalam keadaan dimana klien tidak memakai gelang identifikasi (sekolah, kesehatan kerja, atau klinik berobat jalan), perawat juga bertanggung jawab untuk secara tepat mengidentifikasi setiap orang pada saat memberikan pengobatan.
Obat yang benar berarti klien menerima obat yang telah diresepkan. Perintah pengobatan mungkin diresepkan oleh seorang dokter, dokter gigi, atau pemberi asuhan kesehatan yang memiliki izin praktik dengan wewenang dari pemerintah. Perintah melalui telepon untuk pengobatan harus ditandatangani oleh dokter yang menelepon dalam waktu 24 jam. Komponen dari perintah pengobatan adalah : (1) tanggal dan saat perintah ditulis, (2) nama obat, (3) dosis obat, (4) rute pemberian, (5) frekuensi pemberian, dan (6) tanda tangan dokter atau pemberi asuhan kesehatan. Meskipun merupakan tanggung jawab perawat untuk mengikuti perintah yang tepat, tetapi jika salah satu komponen tidak ada atau perintah pengobatan tidak lengkap, maka obat tidak boleh diberikan dan harus segera menghubungi dokter tersebut untuk mengklarifikasinya ( Kee and Hayes, 1996 ).
Untuk menghindari kesalahan, label obat harus dibaca tiga kali : (1) pada saat melihat botol atau kemasan obat, (2) sebelum menuang / mengisap obat dan (3) setelah menuang / mengisap obat. Perawat harus ingat bahwa obat-obat tertentu mempunyai nama yang bunyinya hampir sama dan ejaannya mirip, misalnya digoksin dan digitoksin, quinidin dan quinine, Demerol dan dikumarol, dst.
Dosis yang benar adalah dosis yang diberikan untuk klien tertentu. Dalam kebanyakan kasus, dosis diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang bersangkutan. Perawat harus menghitung setiap dosis obat secara akurat, dengan mempertimbangkan variable berikut : (1) tersedianya obat dan dosis obat yang diresepkan (diminta), (2) dalam keadaan tertentu, berat badan klien juga harus dipertimbangkan, misalnya 3 mg/KgBB/hari.
Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus mempunyai dasar pengetahuan mengenai rasio dan proporsi. Jika ragu-ragu, dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain.
Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti b.i.d ( dua kali sehari ), t.i.d ( tiga kali sehari ), q.i.d ( empat kali sehari ), atau q6h ( setiap 6 jam ), sehingga kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan. Jika obat mempunyai waktu paruh (t ½ ) yang panjang, maka obat diberikan sekali sehari. Obat-obat dengan waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu yang tertentu . Beberapa obat diberikan sebelum makan dan yang lainnya diberikan pada saat makan atau bersama makanan ( Kee and Hayes, 1996 ; Trounce, 1997)
Implikasi dalam keperawatan mencakup :
1. Berikan obat pada saat yang khusus. Obat-obat dapat diberikan ½ jam sebelum atau sesudah waktu yang tertulis dalam resep.
2. Berikan obat-obat yang terpengaruh oleh makanan seperti captopril, sebelum makan
3. Berikan obat-obat, seperti kalium dan aspirin, yang dapat mengiritasi perut ( mukosa lambung ) bersama-sama dengan makanan.
4. Tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan untuk pemeriksaan diagnostik, seperti endoskopi, tes darah puasa, yang merupakan kontraindikasi pemberian obat.
5. Periksa tanggal kadaluarsa. Jika telah melewati tanggalnya, buang atau kembalikan ke apotik ( tergantung peraturan ).
6. Antibiotika harus diberikan dalam selang waktu yang sama sepanjang 24 jam ( misalnya setiap 8 jam bila di resep tertulis t.i.d ) untuk menjaga kadar darah terapeutik.

Rute yang benar perlu untuk absorpsi yang tepat dan memadai. Rute yang lebih sering dari absorpsi adalah (1) oral ( melalui mulut ): cairan , suspensi ,pil , kaplet , atau kapsul . ; (2) sublingual ( di bawah lidah untuk absorpsi vena ) ; (3) topikal ( dipakai pada kulit ) ; (4) inhalasi ( semprot aerosol ) ; (5)instilasi ( pada mata , hidung , telinga , rektum atau vagina ) ; dan empat rute parenteral : intradermal , subkutan , intramuskular , dan intravena.
Implikasi dalam keperawatan termasuk :
a. Nilai kemampuan klien untuk menelan obat sebelum memberikan obat – obat per oral
b. Pergunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat . Teknik steril dibutuhkan dalam rute parenteral .
c. Berikan obat- obat pada tempat yang sesuai .
d. Tetaplah bersama klien sampai obat oral telah ditelan.

Dokumentasi yang benar membutuhkan tindakan segera dari seorang perawat untuk mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan . Ini meliputi nama obat , dosis , rute , waktu dan tanggal , inisial dan tanda tangan perawat . Respon klien terhadap pengobatan perlu di catat untuk beberapa macam obat seperti (1) narkotik bagaimana efektifitasnya dalam menghilangkan rasa nyeriatau (2) analgesik non-narkotik, (3) sedativa, (4) antiemetik (5) reaksi yang tidak diharapkan terhadap pengobatan, seperti irigasi gastrointestinal atau tanda tanda kepekaan kulit. Penundaan dalam mencatat dapat mengakibatkan lupa untuk mencatat pengobatan atau perawat lain memberikan obat itu kembali karena ia berpikir obat itu belum diberikan (Taylor, Lillis and LeMone, 1993 ; Kee and Hayes, 1996 ).

B. Hak Hak Klien dalam Pemberian Obat
1. Hak Klien Mengetahui Alasan Pemberian Obat
Hak ini adalah prinsip dari memberikan persetujuan setelah mendapatkan informasi ( Informed concent ) , yang berdasarkan pengetahuan individu yang diperlukan untuk membuat suatu keputusan .
2. Hak Klien untuk Menolak Pengobatan
Klien dapat menolak untuk pemberian suatu pengobatan . Adalah tanggung jawab perawat untuk menentukan , jika memungkinkan , alasan penolakan dan mengambil langkah – langkah yang perlu untuk mengusahakan agar klien mau menerima pengobatan . Jika suatu pengobatan dtolak , penolakan ini harus segera didokumentasikan. Perawat yang bertanggung jawab, perawat primer, atau dokter harus diberitahu jika pembatalan pemberian obat ini dapat membahayakan klien, seperti dalam pemberian insulin. Tindak lanjut juga diperlukan jika terjadi perubahan pada hasil pemeriksaan laboratorium , misalnya pada pemberian insulin atau warfarin ( Taylor, Lillis and LeMone, 1993 ; Kee and Hayes, 1996 ).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa pemberian obat pada klien merupakan fungsi dasar keperawatan yang membutuhkan ketrampilan teknik dan pertimbangan terhadap perkembangan klien. Perawat yang memberikan obat-obatan pada klien diharapkan mempunyai pengetahuan dasar mengenai obat dan prinsip-prinsip dalam pemberian obat.

Tanggung jawab Perawat

Tanggung jawab Perawat

Dengan penjabarannya sebagai berikut:
1. Tanggung jawab Perawat terhadap klein
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, diperlukan peraturan tentang hubungan antara perawat dengan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
o Perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa berpedoman pada tanggung jawab yang bersumber pada adanya kebutuhan terhadap keperawatan individu, keluarga, dan masyarakat.
o Perawat, dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan, memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan masyarakat.
o Perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu, keluarga, dan masyarakat, senantiasa dilandasi rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
o Perawat, menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga dan masyarakat, khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajiban bagi kepentingan masyarakat.
2. Tanggung jawab Perawat terhadap tugas
o Perawat, memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu, keluarga, dan masyarakat.
o Perawat, wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya, kecuali diperlukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
o Perawat, tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang dimilikinya dengan tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.
o Perawat, dalam menunaikan tugas dan kewajibannya, senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, agama yang dianut, dan kedudukan sosial.
o Perawat, mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien/klien dalam melaksanakan tugas keperawatannya, serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan keperawatan.
3. Tanggung jawab Perawat terhadap Sejawat
Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain sebagai berikut :
o Perawat, memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara keserasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluru.
o Perawat, menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya kepada sesama perawat, serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.
4. Tanggung jawab Perawat terhadap Profesi
o Perawat, berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnya secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.
o Perawat, menjungjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan menunjukkan perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur.
o Perawat, berperan dalammenentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan keperawatan, serta menerapkannya dalam kagiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan.
o Perawat, secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
5. Tanggung jawab Perawat terhadap Negara
o Perawat, melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijsanaan yang telah digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan keperawatan.
o Perawat, berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.

Levodopa dan Carbidopa

SITI AMIYAKUN
04 07 1597
A/KP/VII

Levodopa dan Carbidopa

Nama Generik
Levodopa dan Carbidopa
Nama Dagang
ParcopaTM, Sinemet


Bentuk Sediaan, Dosis, dan Aturan Pakai
Bentuk sediaan:
Tablet immediet release (Sinemet)
10/100: Carbidopa 10 mg dan levodopa 100 mg.
25/100: Carbidopa 25 mg dan levodopa 100 mg.
25/250: Carbidopa 25 mg dan levodopa 250 mg.
Tablet immediet release (tablet kunyah) (ParcopaTM)
10/100: Carbidopa 10 mg dan levodopa 100 mg (mengandung fenilalanin 3.4 mg /tablet; rasa mint).
25/100: Carbidopa 25 mg dan levodopa 100 mg (mengandung fenilalanin 3.4 mg /tablet; rasa mint).
25/250: Carbidopa 25 mg dan levodopa 250 mg (mengandung fenilalanin 8.4 mg /tablet; rasa mint).
Tablet sustained release (Sinemet CR)
Carbidopa 25 mg dan levodopa 100 mg.
Carbidopa 50 mg dan levodopa 200 mg.

Dosis dan aturan pakai:
Dosis awal 125-500 mg/hari dalam dosis terbagi setelah makan, dosis ditingkatkan sesuai dengan respon (tetapi jarang digunakan sendiri)
Tablet immediet release:
Dosis awal: carbidopa 25 mg/levodopa 100 mg 3 kali sehari
Dosis penyesuaian tablet dengan kekuatan lain dapat diganti menurut kebutuhan levodopa/carbidopa individu, ditingkatkan dengan 1 tablet pada hari yang lain jika diperlukan, kecuali ketika menggunakan tablet Carbidopa 25 mg dan levodopa 250 mg dimana peningkatan sebaiknya ½-1 tablet tiap hari. Penggunaan lebih dari 1 kekuatan dosis atau dosis 4 kali sehari mungkin dapat dilakukan (maksimum: 8 tablet tiap kekuatan per hari atau carbidopa 200 mg dan levodopa 2000 mg)
Tablet sustained release:
Dosis awal: carbidopa 50 mg/ levodopa 200mg 2 kali sehari, interval tidak kurang dari 6 jam
Dosis penyesuaian: dosis dapat diatur tiap 3 hari; interval sebaiknya antara 4-6 jam selama pasien terjaga (tidak tidur). Maksimum 8 tablet/hari.

Indikasi
Parkinsonisme (bukan karena obat)
Kontra Indikasi
Galukoma sudut sempit, penyakit psikiatrik berat, kehamilan, breast-feeding

Efek Samping
a. Efek perifer : anoreksia, nausea dan muntah karena stimulasi pusat muntah. Takikardi dan ekstrasistole ventrikular disebabkan oleh gangguan dopamin pada jantung. Hipertensi juga dapat terjadi. Kerja adrenergik pada iris menyebabkan midriasis, diskrasia darah dan reaksi test Coombs positif. Ludah dan urin berwarna agak coklat karena pigmen melanin yang dihasilkan dari oksidasi ketokalamin.
b. Efek SSP : Halusinasi visual dan pendengaran dan gerakan dibawah pengaruh kehendak yang abnormal dapat terjadi (diskinesia). Efek SSP ini berlawanan dengan gejala parkinson dan memperlihatkan aktivitas dopamin berlebihan pada ganglia basalis. Levodova juga dapat menyebabkan perubahan pikiran, depresi dan ansietas.
Resiko Khusus
Faktor resiko C pada kehamilan
Penelitian pada hewan uji menunjukan adanya efek teratogenik pada kehamilan yang disebabkan oleh penggunaan levodopa dan carbidopa, serta ditemukan beberapa kasus pada plasenta manusia.

Daftar Pustaka
Anonim, 2006, British National Formulary, edisi 52, hal 254, British Medical Association, Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, London.
Dipiro, 2005, Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach, sixth edition, 1075-1084, McGraw-Hill.
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2006, Drug Information Handbook, 14th edition, hal 921-922, Lexi Comp Ine, Canada
Neal, Michael J., 2002, Medical Pharmacology at a Glance, fourth edition, 58-59, Blackwell Science Ltd.

OBAT HEPARIN

SITI AMIYAKUN
04 07 1597
A/KP/VII

HEPARIN    

- Nama & Struktur Kimia : Heparinum
- Sifat Fisikokimia : Serbuk higroskopik, amorf, berwarna putih atau pucat. Larut dalam 20 bagian air.
- Keterangan : Larutan 1% dalam air mempunyai pH : 5.5 - 8.0

Golongan/Kelas Terapi : Obat Yang mempengaruhi darah

Nama Dagang

• Hico
• Inviclot
• Thrombogel (Thrombogel)
• Heparin Sodium B Braun
Bentuk Sediaan
Injeksi IV, Jelly (Sediaan Kombinasi untuk Pengobatan Topikal)



Indikasi
Profilaksis dan terapi pada disorder tromboembolik.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Untuk terapi tromboembolism vena : dosis yang diberikan melalui i.v : 5000 - 10000 unit diikuti dengan infus i.v kontinyu, 1000-2000 unit/jam atau injeksi sub kutan 15000 unit setiap 12 jam.
Untuk profilaksis tromboembolism vena post operasi : 5000 unit, diberikan secara sub kutan, 2 jam sebelum operasi, kemudian setiap 8-12 jam selama 7 hari sampai pasien keluar dari rumah sakit.
Dosis yang sama diberikan untuk mencegah tromboembolism pada wanita hamil pada wanita dengan riwayat trombosis vena atau embolism paru-paru, dosis mungkin ditingkatkan menjadi 10000 unit setiap 12 jam setelah trimester ke tiga.
Untuk penanganan angina tidak stabil atau embolism arterial periferm heparin diberikan melalui infus i.v kontinyu dengan dosis yang sama dengan dosis rekomendasi untuk terapi tromboembolism.
Dosis untuk pencegahan oklusi arteri koroner setelah terapi infark miokardiak adalah 5000 unit diberikan secara i.v diikuti 1000 unit/jam; dosis 12500 unit, sub kutan setiap 12 jam selama 10 hari untuk mencegah terjadinya trombosis.
Farmakologi
Bereaksi dengan thromboplastin dan membentuk persenyawaan komplek antithromboplastin yang menghalangi terbentuknya thrombin dari prothrombin.
Onset kerja antikoagulasi : melalui rute i.v , sub kutan : ~20-30 menit.
Absorpsi : oral, rektal, diabsorpsi baik malalui semua rute pemberian.
Distribusi : tidak melalui plasenta, tidak didistribusikan ke dalam air susu.
Metabolisme : melalui hati, mungkin mengalami metabolisme sebagian pada sistem retikuloendoethelial.
T½ eliminasi ; rata-rata 1.5 jam, rentang 1-2 jam, dipengaruhi oleh obesitas, fungsi ginjal, fungsi hati, adanya tumor, embolism pulmonari, dan infeksi.
Ekskresi : melalui urin (jumlah kecil dalam bentuk obat tidak berubah).
Stabilitas Penyimpanan
Heparin harus disimpan dalam suhu kamar dan dihindari dari penyimpanan beku dan suhu >40°C.
Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap heparin atau komponen lain dalam sediaan. Semua gangguan perdarahan atau risiko perdarahan : gangguan koagulasi, hemofilia, trombositopenia, penyakit hati berat, ulkus peptikum, perdarahan intrakranial, aneurisma serebral, karsinoma visceral, abortus, retinopati perdarahan hemoroid, tuberculosis aktif, endokarditis.
Efek Samping
Sakit dada, vasospasmus, syok hemoragi, demam, sakit kepala, kedinginan,urtikaria, alopesia, dysesthesia pedis, purpura, ekzema, nekrosis kutan, plak erithemathosus, hiperkalemia, hiperlipidemia, mual, muntah, konstipasi, hemorage, ditemukan darah pada urin, epistaksis, hemoragi adrenal, hemoragi retriperitonial, trombositopenia, peningkatan enzim SGOT, SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan oleh injeksi sub kutan, neuropati perifer, osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragi pulmonari, asma, artritis, rinitis, bronkospasma, reaksi alergi, reaksi anafilaktik.
Interaksi
- Dengan Obat Lain :
Risiko pendarahan berhubungan dengan heparin dapat ditingkatkan dengan antikoagulan oral (warfarin), trombolitik, dekstran dan obat yang mempengaruhi fungsi platelet (misalnya aspirin, obat antiinflamasi non steroid, dipiridamo, tiklopidin, klopidogrel, antagonis IIb/IIIa.Namun heparin masih digunakan bersamaan dengan terapi trombolitik atau pada awal terapi dengan warfarin untuk memastikan efek antikoagulan dan melindungi kemungkinan hiperkoagulasi transien. Nitrogliserin iv mungkin menurunkan efek antikoagulan heparin.
- Dengan Makanan : Hindari cat's claw, dong quai, teh hijau, bawang putih,ginkgo karena akan menambah aktivitas antiplatelet.
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Faktor resiko : C

- Terhadap Ibu Menyusui : Heparin tidak didistribusi ke dalam air susu

- Terhadap Anak-anak : -

- Terhadap Hasil Laboratorium : Meningkatkan tiroksin (S), meningkatkan prothrombin time (PT), meningkatkan activated partial thromboplastin time (aPPT)

Parameter Monitoring
Jumlah platelet, hemoglobin, hematokrit, tanda-tanda pendarahan
Mekanisme Aksi
Meningkatkan efek antitrombin III dan menginaktivasi trombin (demikian juga dengan faktor koagulan IX, X, XI, XII dan plasmin) dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin : heparin juga menstimulasi pembebasan lipase lipoprotein (lipase lipoprotein menghidrolisis trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas).

Peringatan
1.Tempat suntikan : di dinding perut atau beberapa tempat daerah iliaka, gunakan jarum sangat halus, semprit tuberkulin dan lakukan penekanan selama 5 menit untuk mengurangi kemungkinan perdarahan.
2. Hati-hati agar heparin jangan tertinggal pada tempat suntikan. Cara pemberian ini tidak menimbulkan perdarahan spontan, tidak diperlukan pemantauan (monitoring) efek antikoagulan.
3. Harus hati-hati pada penderita dengan riwayat alergi, harus dilakukan tes pendahuluan dengan dosis tidak melebihi 100 IU.
4. Jangan suntik intramuskulus, berisiko iritasi, pendarahan lokal dan hematoma, sedang absorpsi tidak dapat diandalkan. Pemberian intravena hanya boleh dilakukan bila tersedia alat pemantau efek antikoagulan.
5. Harus dilakukan pemeriksaan masa pembekuan darah dan jumlah trombosit.
6. Ada resiko perdarahan spontan selama pengobatan pada usia lanjut, penderita insufisiensi ginjal, jantung.
7. Hindarkan obat berisiko ulkus lambung, menurunkan perlekatan trombosit (adhesiveness).
8. Hentikan heparin bila pada minggu kedua jumlah trombosit menurun diakibatkan peningkatan fibrinogenesis intravaskular.



Daftar Pustaka
Martindale, 34th edition, 2005
Lexi-Comp's Drug Information Handbook - 14th edition, 2006
MIMS 2006/2007

Sabtu, 23 Oktober 2010

KEGAWATDARURATAN

KEGAWATDARURATAN DALAM SYOK GANGGUAN PERDARAHAN

@ Perdarahan Selama Kehamilan
PERDARAHAN PADA TRIMESTER I
Sekitar 20% wanita hamil pernah mengalami perdarahan pada awal kehamilan dan separuhnya mengalami abortus
Abortus ialah ancaman/pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan; sebagai batasan umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan anak kurang dari 500 gram
Setiap perdarahan pada awal kehamilan terlebih dahulu harus dipikirkan berasal dari tempat pelekatan plasenta atau permukaan choriodecidua dan dianggap mengancam kelangsungan dan kehamilan
Anamnesis diperlukan dalam mendiagnosis perdarahan pada trimester I
Anamnesis pada Perdarahan Trimester I
1. Perdarahan : ¬ Kuantitas,¬ Kualitas/sifatnya
2. Nyeri : ¬ Kuantitas/kualitas
3. Hari pertama haid terakhir
4. Gejala dan tanda kehamilan
5. Riwayat obstetri terdahulu
6. Riwayat ginekologi seperti: ¬ Servisitis,¬ Riwayat, operasi
1. Riwayat keluarga berencana, Penyebab perdarahan pada kehamilan trimester I sering sulit ditentukan walaupun telah dilakukan pemeriksaan lengkap. Pemeriksaan dalam dan spekulum hendaknya dilakukan dengan hati-hati terutama jika penyebabnya adalah karsinoma servik. Walaupun insiden karsinoma servik dengan kehamilan sangat jarang yaitu 1 : 3000
Dalam pemeriksaan spekulum dapat dilihat asal perdarahan; perdarahan disebabkan oleh gangguan kehamilan jika darah berasal dari ostium uteri. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi pula perdarahan dalam jumlah sedikit yang disebabkan oleh penembusan villi khorialis ke dalam desidua saat implantasi ovum
Pemeriksaan pènunjang yang diperlukan adalah:
1)USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
2)Test Kehamilan
3)Fibrinogen pada missed abortion
1. Abortus Iminen
¬ Perdarahan minimal dengan nyeri/tidak
¬ Uterus sesuai dengan umur kehamilan
¬ Servile belum membuka
¬ Test hamil : positif
¬ USG : Produk kehamilan dalam betas normal
1. Abortus Insipien
¬ Perdarahan dengan gumpalan darah
¬ Nyeri lebih kuat
¬ Servile terbuka den teraba ketuban
¬ Hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri
1. Abortus Inkomplit
¬ Perdarahan hebat sering menyebabkan syok
¬ Perdarahan disease gumpalan darah den jaringan konsepsi
¬ Servile terbuka
¬ Sebagian basil konsepsi masih tertinggal dalam kavum uteri
1. Abortus Kompiit
¬ Perdarahan den nyeri minimal
¬ Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan
¬ Ukuran uterus dalam bates normal
¬ Servik tertutup
1. Missed Abortion
¬ Perdarahan minimal
¬ Sering didahului oleh tanda abortus iminen yang kemudian
menghilang spontan/setelah tempi
¬ Tanda den gejala laumil menghilang
¬ USG : Hasil konsepsi masih dalam uterus namun tak ada tanda ke-
langsungan hidupnya
1. Abortus Inteksi/septik
¬ Abortus yang disertai infeksi den dapat berlanjut dengan abortus
septik
Diagnosis Banding Perdarahan Trimester I
1. Abortus
2. Mola hidatidosa
3. Kelainan lokal pada vagina/servik : Varises, Perlukaan,¬ Karsinoma, Erosi, Polip
4. Kehamilan ektopik terganggu
5. Menstruasi & hamil normal
Pada abortus iminen penanganannya terdiri atas istirahat baring untuk menambah aliran darah ke uterus dan mengurangi rangsangan mekanis. Fenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg dapat diberikan untuk menenangkan pasien. Pemberian hormon atau tokolitik dapat dipertimbangkan bila hasil USG menunjukkan janin masih hidup
Pengeluaran hasil konsepsi diindikasikan pada abortus insipien, abortus inkomplit, missed abortion dan abortus dengan infeksi
Pengosongan uterus dapat ditakukan dengan kuret vakum atau cunam abortus disusul kerokan. Pada kasus dengan perdarahan berat atau syok, resusitasi cairan hendaknya dilakukan terlebih dahulu dengan NaCl atau RL disusul transfusi darah. Setetah syok teratasi dilakukan kuret
Pada missed abortion bila kadar fibrinogen rendah sebaiknya dikoteksi terlebih dahulu. Pengeluaran hasil konsepsi dapat diinduksi terlebih dahulu dengan pitosin drip atau dilatasi dengan laminaria. Pengeluaran hasil konsepsi pada abortus infeksi hendaknya dilindungi dengan antibiotika spektrum 1uas
Komplikasi abortus biasanya anemi oleh karena perdarahan, infeksi dan perforasi karena tindakan kuret
Perdarahan Pada Trimester II
Perdarahan pada trimester II sering dihubungkan dengan adanya komplikasi lambat dalam kehamilan, seperti partus prematurus imminen, pertumbuhan janin yang terlambat, dan solusio plasenta. Dapat juga perdarahan disebabkan oieh mola hidatidosa dan inkompetensi sevik
Pemeriksaan obstetri lengkap dan USG perlu dikerjakan pada setiap perdarahan trimester II. Pada USG dapat dipantau pertumbuhan dan keadaan bayi dalam kandungan. Pasien dengan perdarahan trimester II memerlukan pemeriksaan rutin spesialistik, dan karditokografi dapat diindikasikan pada kehamilan trimester III
Penanganan perdarahan yang disebabkan partus prematurus imminen berupa istirahat baring, pemberian tokolitik dan penanganan terhadap faktor risiko persalinan preterm. Sedangkan pada inkompetensi servik dapat dilakukan pengikatan servik
Perdarahan Pada Trimester III (antepartum)
Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervagina setelah 29 minggu kehamilan atau lebih. Perdarahan yang terjadi umumnya lebih berbahaya dibandingkan perdarahan pada umur kehamilan kurang dari 28 minggu karena biasanya disebabkan faktor plasenta; perdarahan dan plasenta biasanya hebat dan mengganggu sirkulasi O2, CO2dan nutrisi dari ibu ke janin.
Penyebab Tersering Perdarahan pada Trimester III, yaitu: Solusio Plasenta 30 %, Plasenta Previa 32 %, Vasa Previa 0,1% , Inpartu Biasa l0 %, Kelainan Lokal 4 %, Tidak diketahuisebabnya 23,9%
Penyebab utama perdarahan antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta; penyebab lainnya biasanya berasal dari lesi lokat pada vagina/servik.
Setiap pasien perdarahan antepartum hams dikelota oleh spesialis. Pemeriksaan dalam merupakan kontra indikasi kecuali dilakukan di kamar operasi dengan perlindungan infus atau tranfusi darah
USG sebagai pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis. Bila plasenta previa dapat disingkirkan dengan pemeriksaan USG dan pemeriksaan dengan spekutum dapat menyingkirkan kelainan tokal pada servik/vagina maka kemuñgkinan sotusio ptasenta harus dipikirkan dan dipersiapkan penanganannya dengan seksama
PLASENTA PREVIA
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Dikenal 4 klasifikasi dari plasenta previa:
1)Plasenta previa totalis : - Plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum
2)Plasenta previa lateralis : - Plasenta menutupi sebagian dan ostium uteri intenum
3)Plasenta previa marginalis - Tepi plasenta berada tepat pada tepi ostium uteri internum
4)Plasenta letak rendah : - Plasenta berada 3 - 4 cm pada tepi ostium uteri internum
Pengelolaan
Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan dan derajat plasenta previa. Setiap ibu yang dicurigai plasenta previa hams dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Sebelum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena akan memperbanyak perdarahan dan menyebabkan infeksi.
Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF
• Perdarahan sedikit keadaan ibu dan anak baik maka biasanya penanganan konservatif sampai umur kehamilan aterm. Penanganan berupa tirah baring, hematinik, antibiotika dan tokolitik bila ada his. Bila selama 3 hari tak ada perdarahan pasien mobilisasi bertahap. Bila setelah pasien berjalan tetap tak ada perdarahan pasien boleh pulang. Pasien dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja keras dan segera ke rumah sakit jika terjadi perdarahan. Nasihat ini juga dianjurkan bagi pasien yang didiagnosis plasenta previa dengan USG namun tidak mengalami perdarahan
• Jika perdarahan banyak dan diperkirakan membahayakan ibu dan janin maka dilakukan resusitasi cairan dan penanganan secara aktif
Bila umur kehamilan 37 minggu/lebih dan TBF 2500 g maka dilakukan penanganan secara aktif yaitu segera mengakhiri kehamilan, baik secara pervagina/perabdominal. Persalinan pervagina diindikasikan pada plasentaprevia marginalis, plasenta previa letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan pembukaan 4 cm/lebih. Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas panggul menekan plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat dapat diberikan pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesar
Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta previa totalis baik janin mati atau hidup, plasenta previa lateralis dimana perbukaan
Penentuan jenis plasenta previa dapat dilakukan dengan USG dan pemeriksaan dalam atau spekutum di kamar operasi
Komplikasi ibu yang sering terjadi adalah perdarahan post partum dan syok karena kurang kuatnya kontraksi segmen bawah rahim, infeksi dan trauma dan uterus/servik
Komplikasi bayi yang sering terjadi adalah prematuritas dengan angka kematian ± 5%
SOLUSIO PLASENTA
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada fundus/korpus uteri sebelum janin lahir
Dalam klinik, solusio plasenta dibagi menjadi 3:
a)Ringan, Bila perdarahan kurang dan 100 - 200 ml, uterus tidak tegang, terlepasnya plasenta
b)Sedang, Bila perdarahan 200 m1 uterus tegang, presyok, gawat janin, pelepasan plasenta 1/4 - 2,3 bagian, fibrinogen 120 - 150 mg %.
c)Berat, Bila uterus tegang, syok, janin telah mati, plasenta lepas 2/3 sampai se1uruhnya
Namun demikian, sifat perdarahan pada solusio ptasenta sangat bervariasi. Perdarahan dapat banyak, sedikit atau berulang, perdarahan dapat pula terselubung bahkan dapat juga
regresi.Gejala yang kadang ringan menyebabkan kesulitan dalam diagnosis pasti solusio otasenta pada pemeriksaan antenatal. Pemeriksaan USG tidak selalu memberikan gambaran yang jelas. Namun 50% pasien mempunyai tanda dan gejala yang cukup jelas untuk didiagnosis solusio p1asenta
Pasien yang mempunyai risiko mengalami solusio plasenta adalah : primitua, multi-paritas, tali pusat pendek, trauma, hipertensi, pereklamsi/eklamasi, riwayat obstetri jelek, merokok dan riwayat perdarahan pada trimester I dan II
Hipertensi merupakan penyebab tersering terjadinya solusioplasenta (47%), kemungkinan solusio plasenta pada kehamilan selanjutnya adalah 10%
Pengelolaan
Setiap pasien yang dicurigai solusio plasenta harus dirujuk ke spesialis karena memerlukan monitoring yang lengkap baik dalam kehamilan maupun persalinan
Bila umur kehamilan
•Solusio plasenta ringan maka pengelolaan konservatif meliputi tirah baring, sedatif, mengatasi anemia, monitoring keadaan janin dengan kardiotokografi dan USG serta menunggu persalinan spontan.
•Pada solusio plasenta sedang dan berat atau solusio plasenta ringan yang memburuk, jika persalinan diperkirakan 6 jam
Bila umur kehamilan 37 minggu/TBF 2500 g seksio sesar diindikasikan jika persalinan pervagina diperkirakan berlangsung lama baik pada solusio plasenta ringan, sedang maupun berat. Pasien dengan solusio plasenta sedang/berat, tranfusi darah atau resusitasi cairan hendaknya dilakukan terlebih dahulu sebelum tindakan obstetri. Ketuban dapat segera dipecah tanpa memperdulikan apakah persalinan pervagina atau perabdominal untuk mengurangi regangan uterus
Komplikasi solusi plasenta pada ibu biasanya berhubungan dengan banyaknya darah yang hilang. gangguan pembekuan darah, infeksi, gagal ginjal akut, perdarahan post partum yang disebabkan atonia uteri atau uterus couvelaire, reaksi transfusi serta syok neurogenik oleh karena kesakitan
Komplikasi pada janin berupa asfiksi, berat bayi lahir rendah, prematuritas dan infeksi. Disamping itu bayi yang lahir hidup dengan riwayat solusio plasenta mempunyai risiko 7 x lebih sering mengalami cerebral palsy yang mungkin disebabkan anoksia dan komplikasi dan syok
KESIMPULAN
Semua wanita dengan perdarahan pervagina selama kehamilan seyogyanya ditangani oleh spesialis. Peranan USG dalam menunjang diagnosis sangat diperlukan. Pemeriksaan Hb (hemoglobin) harus dilakukan untuk mengetahui beratnya anemi dan perdarahan yang terjadi. Pemeriksaan fibrinogen perlu dilakukan bagi kasus missed abortion dan solusio plasenta.Pemeriksaan spekulum berguna untuk mendeteksi adanya kelainan lokal pada saluran genital bagian bawah. Jika dalam anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang tidak dapat ditentukan diagnosisnya, dan perdarahan minimal maka pasien dapat dikelola sebagai pasien rawat jalan dengan pemeriksaan antenatal biasa. Perdarahan akibat solusio plasenta berhubungan erat dengan angka kematian bayi dan mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi untuk terjadinya prematuritas dan pertumbuhan janin yang terhambat.
@ Gangguan Perdarahan Haid

Gangguan perdarahan haid (dysfunctional uterine bleeding) adalah penyebab paling umum perdarahan vagina yang tidak normal selama reproduksi wanita tahun. Diagnosis DUB harus digunakan hanya ketika organik dan struktural lain penyebab perdarahan vagina yang abnormal telah dikesampingkan.
Siklus menstruasi normal terjadi setiap 21-35 hari dengan menstruasi selama 2-7 hari. Kehilangan darah rata-rata adalah 35-150 mL total, yang mewakili 8 atau lebih sedikit pembalut per hari direndam dengan biasanya tidak lebih dari 2 hari berat.
Patofisiologi
Selama siklus menstruasi normal, hari pertama berhubungan dengan hari pertama menstruasi.
Fase menstruasi biasanya berlangsung selama 4 hari dan melibatkan disintegrasi dan
functionalis peluruhan dari lapisan endometrium. Proliferasi (folikular) fase meluas dari hari
ke-5 ke hari 14 dari siklus khas. Hal ini ditandai oleh proliferasi endometrium disebabkan
oleh stimulasi estrogen. Estrogen dihasilkan oleh folikel ovarium berkembang di bawah
pengaruh follicle-stimulating hormone (FSH). Selular proliferasi endometrium ditandai, dan
panjang dan spiral convolutedness arteri meningkat. Fase ini berakhir sebagai puncak
produksi estrogen, memicu FSH dan LH (luteinizing hormone) gelombang.
Pecahnya folikel ovarium berikut, dengan pelepasan sel telur (ovulasi). Sekretoris (luteal) fase
ini ditandai dengan produksi progesteron dan estrogen kurang kuat oleh korpus luteum.
Memanjang dari hari 15 ke hari 28 dari siklus khas. The functionalis lapisan endometrium
peningkatan ketebalan, dan stroma menjadi edematous. Jika kehamilan tidak terjadi, estrogen
dan progesteron umpan balik ke hipotalamus, dan produksi FSH dan LH jatuh. Spiral arteri
menjadi berkurang digulung dan aliran. Pada akhir siklus, mereka bergantian kontrak dan
bersantai, menyebabkan kerusakan pada lapisan dan functionalis mens untuk memulai.
Sekitar 90% dari hasil DUB dari anovulasi, dan 10% terjadi dengan siklus ovulasi. Selama
siklus anovulatoir, korpus luteum gagal untuk membentuk, yang menyebabkan kegagalan
siklus normal sekresi progesteron. Hal ini menyebabkan produksi dilawan terus-menerus
estradiol, merangsang pertumbuhan berlebih dari endometrium. Tanpa progesteron,
endometrium proliferates dan akhirnya outgrows pasokan darah, yang menyebabkan nekrosis.
Hasil akhirnya adalah produksi berlebih dari aliran darah rahim.
Dalam ovulasi DUB, berkepanjangan menyebabkan sekresi progesteron penumpahan tidak
teratur endometrium. Ini mungkin berkaitan dengan tingkat rendah yang konstan estrogen
yang berdarah di sekitar ambang batas. Hal ini menyebabkan endometrium bagian memburuk
dan hasil dalam bercak. Progesteron menyebabkan konversi enzimatik untuk estrone estradiol,
hormon estrogen yang kurang kuat. Perubahan dalam endometrium tetap sekretorik dalam
kelenjar. Pasien yang menunjukkan gejala-gejala ini di tahun-tahun reproduksi sering
memiliki siklus ovulasi atau sekunder alasan untuk mengubah fungsi hipotalamus (misalnya,
penyakit ovarium polikistik).
Berfungsi pendarahan dari rahim dapat digambarkan sebagai berikut:
Menoragia - berkepanjangan (> 7 d) atau berlebihan (> 80 mL sehari) pendarahan rahim
terjadi secara berkala.
Metrorrhagia - rahim pendarahan yang terjadi pada tidak beraturan dan lebih sering dari
biasanya interval
Menometrorrhagia - yang lama atau pendarahan rahim yang berlebihan terjadi pada beraturan
dan lebih sering dari biasanya interval
Intermenstrual pendarahan (spotting) - perdarahan uterus jumlah variabel yang terjadi antara
periode menstruasi yang teratur
Polymenorrhea - rahim pendarahan yang terjadi pada interval teratur kurang dari 21 hari
Oligomenorrhea - rahim pendarahan yang terjadi dengan interval 35 hari untuk 6 bulan
Amenore - Tidak rahim pendarahan selama 6 bulan atau lebih
Kategori utama DUB meliputi:
- Estrogen terobosan pendarahan
- Penarikan estrogen pendarahan
- Progestin terobosan pendarahan
- Frekuensi

Amerika Serikat
Sebanyak 10% dari wanita dengan siklus ovulasi normal dilaporkan telah mengalami DUB. Wanita gemuk cenderung memiliki penyimpangan dalam siklus menstruasi mereka karena produksi nonovarian estrogen endogen sering berkaitan dengan jaringan adiposa derajat. Hal ini biasanya mengakibatkan siklus berkepanjangan amenore yang bergantian dengan siklus metrorrhagia atau menometrorrhagia.
Internasional
Tidak ada budaya kegemaran hadir dengan keadaan penyakit ini. Namun, perlu diketahui
bahwa negara-negara, termasuk Amerika Serikat, yang memiliki populasi besar atlet
perempuan memiliki lebih banyak pengakuan entitas ini. Pada atlet, hilangnya lonjakan LH,
dan juga, sebuah defisiensi fase luteal cenderung untuk hadir. Ini dicirikan oleh fase luteal
singkat dari kurangnya produksi progesteron atau efek. Stimulasi progesteron yang tidak
memadai ini dapat hidup berdampingan dengan tinggi, rendah, atau tingkat estrogen yang
normal dan seringkali mengakibatkan masalah yang sama dalam siklus anovulatoir seperti
amenore.
Mortalitas / Morbiditas
Morbiditas berhubungan dengan jumlah kehilangan darah pada saat menstruasi, yang kadang-
kadang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan syok.
Meskipun, DUB sendiri jarang berakibat fatal, membedakan presentasi ini dari yang dari
kanker endometrium adalah penting. Pengembangan kanker endometrium berkaitan dengan
stimulasi estrogen dan hiperplasia endometrium. Termasuk gejala pendarahan
pascamenopause, yang biasanya dianggap sebagai kanker sampai terbukti sebaliknya.
Race
DUB tidak mempunyai kegemaran untuk ras tetapi, perempuan kulit hitam memiliki insiden yang lebih tinggi dan lebih tinggi Leiomioma estrogen. Sebagai hasilnya, mereka cenderung mengalami lebih episode perdarahan vagina yang abnormal.
Usia
DUB yang paling umum pada usia yang ekstrem wanita reproduksi tahun, baik di awal atau di
dekat akhir, tetapi mungkin terjadi kapan saja selama masa reproduksi.

Sebagian besar kasus berat DUB terjadi pada gadis remaja selama 18 bulan pertama setelah
menstruasi, ketika mereka dewasa sumbu hipotalamus-hipofisis mungkin gagal untuk
merespon estrogen dan progesteron, menyebabkan anovulasi.
Pada periode perimenopause, DUB mungkin merupakan manifestasi awal kegagalan ovarium
menyebabkan penurunan kadar hormon atau respons terhadap hormon, demikian juga
mengarah pada anovulatoir siklus. Pada pasien yang 40 tahun atau lebih, jumlah dan kualitas
folikel ovarium berkurang. Follicles terus berkembang tetapi tidak menghasilkan cukup
estrogen sebagai respon terhadap FSH untuk memicu ovulasi. Estrogen yang dihasilkan
biasanya mengakibatkan siklus akhir-terobosan estrogen pendarahan.
Klinis Sejarah
Pasien sering hadir dengan keluhan amenore, oligomenorrhea, menoragia, atau metrorrhagia.
Mintalah pasien untuk membandingkan jumlah pembalut atau tampon yang digunakan per
hari dalam siklus menstruasi normal ke nomor yang digunakan pada saat presentasi. Tampon
rata-rata mempunyai 5 mL darah; pad memegang rata-rata 5-15 mL darah.
Kadang-kadang, perdarahan yang sebesar-besarnya dengan tanda dan gejala terkait dari
hipovolemia, termasuk hipotensi, takikardia, diaphoresis, dan pucat. Pasien-pasien ini
biasanya tidak memiliki vagina atau nyeri panggul yang berhubungan dengan episode
pendarahan, dan gejala sistemik lainnya jarang dicatat kecuali perdarahan vagina memiliki
penyebab organik.
Sebuah riwayat reproduksi harus selalu dapat diperoleh, termasuk yang berikut:
- Menstruasi keteraturan
- Menstruasi terakhir (LMP), termasuk aliran dan durasi
- Gravida dan para
- Sebelumnya aborsi atau penghentian kehamilan baru
- Penggunaan kontrasepsi
- Pertanyaan tentang sejarah medis harus mencakup sebagai berikut:
- Tanda dan gejala hipovolemia
- Diabetes mellitus
- Hipertensi
- Hipotiroidisme, hipertiroidisme
- Penyakit hati
- Penggunaan obat, termasuk eksogen hormon, antikoagulan, aspirin, Antikonvulsan,
dan antibiotik .
Alternatif dan pengobatan pelengkap modalitas, seperti herbal dan suplemen
Panel pakar internasional termasuk dokter kebidanan / dokter ahli kandungan dan
hematologists telah mengeluarkan panduan untuk membantu dokter untuk lebih mengenali
kelainan perdarahan, seperti penyakit von Willebrand, sebagai penyebab pendarahan
menoragia dan pasca-melahirkan dan untuk memberikan terapi penyakit-spesifik untuk
kelainan perdarahan. 1 historis , kurangnya kesadaran yang mendasari gangguan perdarahan
telah menyebabkan underdiagnosis pada wanita dengan perdarahan saluran reproduksi yang
abnormal. Ahli panel konsensus yang diberikan rekomendasi tentang bagaimana untuk
mengidentifikasi, konfirmasi, dan mengelola gangguan pendarahan. Kelainan perdarahan
yang mendasarinya harus dipertimbangkan ketika seorang pasien memiliki salah satu dari
berikut:
- Menoragia sejak menarke
- Riwayat keluarga gangguan pendarahan



@ ANTE PARTUM BLEEDING – SUSPECT PLACENTA PREVIA ~ PERDARAHAN
1. Pengertian
a. Ante Partum Bleeding (APB) / perdarahan ante partum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.
Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya dari pada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu. Klasifikasi APB
- Bersumber dari kelainan placenta
Palcentra previa
Solutio placenta
APB yang belum jelas sumbernya; insersio velamentosa roptum sinus marginalis, plasenta sirkum vakita
- Tidak bersumber dari kelainan placenta, biasanya tidak begitu berbahaya, misal; kelainan servix dan vagina (polip, erosio, varises yang pecah) serta trauma.
b. Placenta Previa adalah keadaan dimana placenta berimplantasi pada tempat abnormal yakni pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan/ostium uteri internal (OUI)
Klasifikasi Placenta Previa; yang pasti belum ada kata sepakat, karena pembagian tidak berdasarkan keadaan anatomi melainkan keadaan fiosiologik yang berubah-rubah. Klasifikasi tersebut terdiri dari;
- Palcenta previa sentralis/totalis; bila pada pembukaan 4-5 cm teraba placenta menutupi selutuh ostea.
- Palcenta previa lateralis; bila pada pembukaan sebagian 4-5 cm ditutupi oleh placenta.
Palcenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian belakang. Palcenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian depan.
Palcenta previa marginalis; bila sebagian kecil/hanya pinggir ostea yang ditutupi placenta
Klasifikasi menurut Buku AS
- Palcenta previa totalis; bila seluruh ostea ditutupi oleh placenta
- Palcenta previa partialis; bila sebagian ostea ditutupi oleh placenta
- Palcenta letak rendah/low lying placenta; bila pinggir placenta berada 3-4 cm di atas pinggir pembukaan. Pada periksa dalam tidak teraba.
Klasifikasi menurut Browne
- Tingkat 1: lateral palcenta previa; bila pinggir bawah palcenta berinsersi sampai ke SBR, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan
- Tingkat 2: marginal palcenta previa; bila placenta mencapai pinggir pembukaan ostea
- Tingkat 3: complete palcenta previa; bila placenta menutupi ostea waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
- Tingkat 4: central placenta previa: bila placenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkappun.
2. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang dikemukakan:
a. Endometrium yang inferior
b. Chorion leaves yang persistent
c. Corpus luteum yang bereaksi lambat
Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vasfolarisasi yang kurang pada decidua~atropi dan peradangan
3. Faktor-faktor Etiologi
a. Umur dan paritas
- Pada primigravida umur >35 tahun lebih sering dibandingkan umur < 25 tahun
- Pada multipora lebih sering
b. Endometrium hipoplastis: kawin dan hamil umur muda.
c. Endometrium bercacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, curettage, dan manual placenta.
d. Corpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
e. Adanya tumor; mioma uteri, polip endometrium.
f. Kadang-kadang pada malnutrisi
4. Diagnosa dan gambaran klinis
a. Anamneses
- Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu/trimester III
- Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
- Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek; terbentuknya SBR, terbukanya osteum/manspulasi intravaginal/rectal.
- Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah dan
placenta. b. Inspeksi
- Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
- Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.
c. Palpasi abdomen
- Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
- Sering dijumpai kesalahan letak
- Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya kepala masih
goyang/floating.
5. Pengaruh Placenta Previa terhadap kehamilan
a. Karena terhalang oleh placenta maka bagian terbawah janin tidak dapat masuk PAP. Kesalahan- kesalahan letak; letak sunsang, letak lintang, letak kepala mengapung.
b. Sering terjadi partus prematur; rangsangan koagulum darah pada servix, jika banyak placenta
yang lepas kadar progesterone menurun dan dapat terjadi His, pemeriksaan dalam.
6. Pengaruh Placenta Previa terhadap partus
a. Letak janin yan tidak normal; partus akan menjadi patologis
b. Bila pada placenta previa lateralis; ketuban pecah/dipecahkan dapat terjadi prolaps funkuli
c. Sering dijumpai insersi primer d. Perdarahan.
7. Komplikasi Placenta Previa
Prolaps tali pusat, prolaps placenta, pacenta melekat sehingga harus manual dan kalau perlu
dibersihkan dengan kerokan, robekan-robekan jalan lahir karena tindakan, perdarahan post partum, infeksi karena perdarahan, bayi prematur/kelahiran mati.
8. Penanganan (pasif)
a. Tiap perdarahan triwulan III yang lebih dari show harus segera dikirim ke Rumah sakit tanpa
dilakukan suatu manipulasi/UT.
b. Apabila perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartus, kehamilan belum cukup 37 minggu/berat badan janin kurang dari 2.500 gram persalinan dapat ditunda dengan istirahat, obat-obatan; spasmolitik, progestin/progesterone, observasi teliti.
c. Siapkan darah untuk transfusi darah, kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya tidak prematur
d. Bila ada anemia; transfusi dan obat-obatan penambah darah.
Masalah Keperawatan: Masalah Kolaborasi:
§ Kekurangan cairan - Kekurangan Cairan
§ Distres janin
§ Potensial terjadi shock
§ Gangguan ADL
§ Cemas
Pemeriksaan Diagnostik:
§ Darah lengkap, USG
§ Hasil; Hb: 9,6 PVC: 30,0 Trombosyt: 243.000
§ Hasil USG: Tampak janin T/H letak lintang, kepala BPD= 83,5 sesuai kehamilan 33 minggu, Placenta di SBR belakang meluas sampai menutupi Osteum Uteri Internum Grade II
Diagnosa Keperawatan:
1. Resiko kekurangan cairan sehubungan dengan adanya perdarahan.
2. Resiko terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta.
3. Potensial terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
4. Ganguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene sehubungan dengan aktivitas yang terbatas.
5. Gangguan psikologis cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan yang bermasalah.
Intervensi:
Dx 1: Resiko kekurangan cairan sehubungan dengan adanya perdarahan.
a. Kaji tentang banyaknya pengeluaran caiaran (perdarahan). b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
d. Pantau kadar elektrolit darah.
e. Periksa golongan darah untuk antisipasi transfusi.
f. Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak minum.
g. Kolaborasi dengan dokter sehubungan dengan letak placenta.
Dx 2: Resiko terjadi distress janin sehubungan dengan kelainan letak placenta.
a. Observasi tanda-tanda vital.
b. Monitor perdarahan dan status janin. c. Pertahankan hidrasi.
d. Pertahankan tirah baring.
e. Persiapkan untuk section caesaria .
Dx 3: Potensial terjadi shock hipovolemik sehubungan dengan adanya perdarahan.
a. Observasi tanda-tanda terjadinya shock hipolemik.
b. Kaji tentang banyaknya pengeluaran cairan (perdarahan).
c. Observasi tanda-tanda vital.
d. Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
e. Pantau kadar elektrolit darah.
f. Periksa golongan darah untuk antisipasi transfusi.
g. Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak minum.
Dx 4: Ganguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene sehubungan dengan aktivitas yang terbatas.
a. Berikan penjelasan tentang pentingnya personal hygiene
b. Berikan motivasi untuk tetap menjaga personal hygiene tanpa melakukan aktivitas yang berlebihan
c. Beri sarana penunjang atau mandikan klien bila klien masih harus bedrest
Dx 5: Gangguan psikologis cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kehamilan yang bermasalah..
a. Beri dukungan dan pendidikan untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan pemahaman dan kerja sama dengan tetap memberikan informasi tentang status janin, mendengar dengan penuh perhatian, mempertahankan kontak mata dan berkomunikasi dengan tenang, hangat dan empati yang tepat.
b. Pertahankan hubungan saling percaya dengan komunikasi terbuka. Hubungan rasa saling percaya terjalin antara perawat dan klien akan membuat klien mudah mengungkapkan perasaannya dan mau bekerja sama.
c. Jelaskan tentang proses perawatan dan prognosa penyakit secara bertahap. Dengan mengerti tentang proses perawatan dan prognosa penyakit akan memberikan rasa tenang.
d. Identifikasi koping yang konstruksi dan kuatkan. Dengan identifikasi dan alternatif koping akan membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya.
e. Lakukan kunjungan secara teratur untuk memberikan support system. Dengan support system akan membuat klien merasa optimis tentang kesembuhannya