Minggu, 24 Oktober 2010

OBAT-OBAT NEUROLOGI

MEDIKASI SISTEM PERSYARAFAN (OBAT-OBAT NEUROLOGI)
March 31, 2010
MEDIKASI SISTEM PERSYARAFAN (OBAT-OBAT NEUROLOGI)
Publish Oleh: Sunardi (Residensi Sp.KMB)
1. Deskripsi/ Penjelasan Topik
Obat Neuro adalah kumpulan obat atau zat kimia yang berfungsi untuk membantu pasien
dalam dalam proses mengurangi gejala atau dalam proses penyembuhan penyakit,
khususnya penyakit yang diakibatkan oleh gangguan persyarafan.
Yang termasuk obat- obatan neurologi antara lain :
Antikoagulan dan antitrombosit seperti Heparin dan Aspirin
Anti Konvulsi/Anti Epileptik, seperti Fenobarbital, Penitoin dan Karbamazepin
Anti Parkinson, seperti Levodopa, Amantadin
2. Pengalaman Klinik Terkait Topik
Dalam pemberian obat-obatan neuro di lapangan pada pasien, penting sekali memperhatikan enam benar pemberian obat, yaitu
:
1 Benar nama pasien
2 Benar nama obat
3 Benar dosis obat yang aka diberikan
4 Benar waktu pamberian
5 Benar cara pemberian dan
6 Benar mendokumentasikan
Hal ini sangat penting selalu diingatkan atau dikontrol ulang pada saat obat akan diberikan pada pasien, baik obat yang
diberikan secara oral maupun obat yag diberikan secara pareteral.
Kondisi- kondisi yang memungkinkan salah dalam memberikan obat adalah :
Salah nama, karena dalam ruang perawatan tersebut terdapat nama pasien yang sama, hal ini sering merupakan
kelalaian petugas, baik tenaga medis maupun perawat, namun sebetulnya walau nama pasien sama tetapi identitas pasien yang
lain seperti nomor register, usia dan kamar atau alamat pasien tetap berbeda.
Salah nama obat, hal ini dapat terjadi pada saat penulisan resep oleh tenaga medis, karena ada beberapa dokter
yang cenderung mempunyai pasien lebih dari satu pada bangsal tersebut dan penulisan resep tidak dilakukan pada saat
memeriksa pasiennya, tetapi menulis resep di tempat lain setelah memeriksa seluruh pasien.
Tidak tepat dosis, waktu dan cara memberikan obat, tak jarang obat yang harusnya diberikan sesuai dosis dan
waktu yang ditentukan, namun karena kelalaian dan kekurang trampilan dari perawat dalam pengaturan waktu serta terbatasnya
dana pasien , sering menjadi mundur dosis dan waktu pemberiannya.
Dokumentasi tidak tepat, hal yang masih ditemui di lapangan tidak lengkap dalam menuliskan apa yang sudah
dikerjakan pada pasien sebagai dasar kekuatan hukum bagi seorang perawat, bila terjadi hal-hal dikemudian hari, seharusnya
pada saat dokumentasi ditulis secara rinci jenis obat, berapa dosis, cara dan waktu saat pemberian , serta reaksi bila ada
setelah pemberian obat tersebut pada status rawat pasien dan harus tercantum siapa nama petugas yang memberikan berikut
paraf atau tanda tangan.
3. Fisiologi Obat bagi Tubuh Manusia
Obat merupakan kumpulan zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup setiap manusia yang mengkonsumsinya dan akan
melewati mekanisme kerja dari mulai bagaimana obat itu diabsorpsi, didistribusikan, mengalami biotransformasi dan akhirnya
harus ada yang diekskresikan.
√ Absorpsi Obat Dalam Tubuh
Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses. Pada
klinik pemberian obat yang terpenting harus mencapai bioavaibilitas yang menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi
sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik.
Hal ini penting, karena terdapat beberapa jenis obat tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai
sirkulasi sistemik, namun akan dimetabolisme oleh enzim didinding usus pada pemberian oral atau dihati pada lintasan
pertamanya melalui organ- organ tersebut.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat pada pemberian oral, antara lain :
Faktor Obat Sifat- sifat fisikokimia seperti stabilitas pH lambung, stabilitas terhadap enzim pencernaan serta
stabilitas terhadap flora usus, dan bagaimana formulasi obat seperti keadaan fisik obat baik ukuran partikel maupun bentuk
kristsl/ bubuk dll.
Faktor Penderita Bagaimana pH saluran cerna, fungsi empedu, kecepatan pengosongan lambung dari mulai
motilitas usus, adanya sisa makanan, bentuk tubuh, aktivitas fisik sampai dengan stress yang dialami pasien.
Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna Adanya makanan, perubahan pH saluran cerna, perubahan motilitas
saluran cerna, perubahan perfusi saluran cerna atau adanya gangguan pada fungsi normal mukosa usus
√ Distribusi Obat Dalam Tubuh
Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah, karena selain tergantung dari aliran darah,
distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya.
Distribusi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase berdasarkan penyebaran didalam tubuh, yaitu :
a. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik, seperti
jantung, hati, ginjal dan otak.
b. Distribusi fase kedua jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada fase
pertama, misalnya pada otot, visera, kulit dan jaringan lemak.
Distribusi obat dari sirkulasi ke Susunan Saraf Pusat sulit terjadi, karena obat harus menembus Sawar Darah Otak, karena
endotel kapiler otak tidak mempunyai celah antar sel maupun vesikel pinositotik.
√ Biotransformasi Obat Dalam Tubuh
Biotransformasi atau lebih dikenal dengan metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam
tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar atau lebih mudah larut dalam air dan
kurang larut dalam lemak, sehigga lebih mudah diekskresi melalui ginjal.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dibedakan berdasar letak dalam sel, yaitu Enzim Mikrosom terdapat dalam
reticulum endoplasma halus dan Enzim Non Mikrosom.
Kedua Enzim Mikroson dan Enzim Non Mikrosom, aktifitasnya ditentukan oleh faktor genetic, sehingga kecepatan
metabolisme obat antar individu bervariasi
√ Ekskresi Obat Dalam Tubuh
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk
asalnya. Obat atau metabolit polar lebih cepat diekskresi daripada obat larut lemak, kecuali yang melalui paru.
Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting dan ekskresi disini resultante dari 3 proses, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi
aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
Beberapa Obat Neurologi yang akan dibahas :
1. Antikoagulan dan Antitrombosit
Obat golongan ini digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat
fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar tersebut antikoagulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan
meluasnya thrombus dan emboli serta untuk mencegah bekunya darah di in vitro pada pemeriksan laboratorium dan tranfusi.
Antikoagulan oral dan heparin menghambat pembentukan fibrin dan digunakan secara profilaktik untuk mengurangi terjadinya
tromboemboli terutama pada vena. Kedua antikoagulan ini bermanfaat untuk pengobatan trombosis arteri karena akan
mempengaruhi pembentukan fibrin untuk mempertahankan trombosit
Antikoagulan dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu :
a. Heparin
Heparin endogen merupakan suatu mukopolisakarida yang mengandung sulfat, zat ini disintesa di dalam sel mast yang banyak
terdapat dalam paru. Sacara fisiologis peranan heparin belum diketahui, tetapi penglepasan ke dalam darah secara tiba-tiba
pada syok anafilaktik, heparin berperan dalam reaksi imunologik.
Mekanisme kerja heparin mengikat antitrombin III sehingga mempercepat inaktivasi faktor pembekuan darah. Pemberian
heparin dosis kecil dengan AT III menginaktivasi faktor Xa dan mencegah pembekuan dengan mencegah perubahan protombin
menjadi trombin. Sedang pemberian heparin dengan AT III dalam jumlah besar akan menghambat pembekuan dengan
menginaktivasi trombin dan faktor pembekuan sebelumnya, sehingga mencegah perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Efek dari pemberian heparin akan menekan kecepatan sekresi aldosteron, meningkatkan kadar tiroksin bebas dalam plasma,
menghambat activator fibrinolitik, menghambat penyembuhan luka, menekan imunitas seluler, menekan reaksi hospes terhadap
graft dan mempercepat penyembuhan luka bakar.
b. Antikoagulan Oral Antikoagulan oral merupakan antagonis vit K, dimana vit K sebagai kofaktor yang berperan dalam
aktivasi faktor pembekuan darah II, VII,IX dan X yaitu yang mengubah residu asam glutamate menjadi residu asam
gamakarboksiglutamat.
Respon terhadap antikoagulan oral dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti asupan vit K, banyaknya lemak dalam
makanan yang dikonsumsi, ataupun interaksi dengan obat lain. Obat-obat yang dapat mengurangi respon terhadap antikoagulan
oral antara lain barbiturate, glutetimid dan rifampisin.
c. Antikoagulan yang bekerja dengan mengikat ion kalsium
Natrium sitrat dalam darah akan mengikat kalsium menjadi kompleks kalsium sitrat, bahan ini banyak digunakan dalam darah
untuk tranfusi karena tak ada efek toksiknya. Asam oksalat dan senyawanya digunakan untuk antikoagulan in vitro, sebab
terlalu toksik untuk penggunaan in vivo.
2. Anti Konvulsi/ Anti Epileptik
Anti Konvulsi merupakan golongan obat yang identik dan sering hanya digunakan pada kasus- kasus kejang karena Epileptik.
Saat ini Fenobarbital merupakan obat yang memiliki efek antikonvulsi spesifik yang berarti efek antikonvulsinya tidak berkaitan
langsung dengan efek hipnotiknya. Fenitoin sampai saat ini masih merupakan obat utama bagi penderita Epilepsi.
Lamotrigin merupakan obat antiepilepsi baru yang bekerja melalui mekanisme hambatan atas pelepasan neurotransmitter
eksitatorik, dengan dosis antara 25-400 mg/ hr, pada anak dosis 5-15 mg/hr/kg BB. Efek samping yang didapat antar lain
dizziness, ataxia dan rash.
Mekanisme kerja obat Antiepilepsi ini yang terpenting ada 2, yaitu :
a. Mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron dan focus epilepsi.
b. Mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari
fokus epilepsi. Penetapan kadar antiepilepsi dalam darah sangat penting, karena merupakan kagiatan Therapeutic Drug
Monitoring, yang berperan dalam individualisasi dosis antiepilepsi, karena berbagai faktor dapat menyebabkan obat yang
diminum menghasilkan kadar yang berbeda antar/ inter individu. Selain itu pengukuran kadar obat juga akan membantu untuk
mengetahui : √ Kepatuhan pasien minum obat
√ Apakah kadar terapi sudah dicapai dengan dosis yang diberikan √ Apakah peningkatan dosis masih dapat dilakukan pada
bangkitan yang belum teratasi, tanpa menimbulkan efek toksik √ Besarnya dosis untuk penyesuaian bila terjadi interaksi obat,
perubahan keadaan fisiologis maupun penyakit
Beberapa Obat Golongan Antikonvulsi/ Antiepilepsi
a. Golongan Hidantoin
Pada golongan ini terdapat 3 senyawa yaitu Fenitoin, mefentoin dan etotoin, dari ketiga jenis itu yang tersering digunakan adalan
Fenitoin dan digunakan untuk semua jenis bangkitan, kecuali bangkitan Lena. Fenitoin merupakan antikonvulsi tanpa efek
depresi umum SSP, sifat antikonvulsinya penghambatan penjalaran rangsang dari focus ke bagian lain di otak.
b. Golongan Barbiturat
Golongan obat ini sebagai hipnotik-sedative dan efektif sebagai antikonvulsi, yang sering digunakan adalah barbiturate kerja
lama ( Long Acting Barbiturates ). Jenis obat golongan ini antara lain fenobarbital dan primidon, kedua obat ini dapat menekan
letupan di focus epilepsy
c. Golongan Oksazolidindion
Salah satu jenis obatnya adalah trimetadion yang mempunyai efek memperkuat depresi pascatransmisi, sehingga transmisi impuls
berurutan dihambat , trimetadion juga dalam sediaan oral mudah diabsorpsi dari saluran cerna dan didistribusikan ke berbagai
cairan tubuh.
d. Golongan Suksinimid
Yang sering digunakan di klinik adalah jenis etosuksimid dan fensuksimid yang mempunyai efek sama dengan trimetadion.
Etosuksimid diabsorpsi lengkap melalui saluran cerna, distribusi lengkap keseluruh jaringan dan kadar cairan liquor sama dengan
kadar plasma. Etosuksimid merupakan obat pilihan untuk bangkitan lena.
e. Golongan Karbamazepin
Obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik klonik dan
merupakan obat pilihan pertama di Amerika Serikat untuk mengatasi semua
bangkitan kecuali lena.
Karbamazepin merupakan efek analgesic selektif terutama pada kasus neuropati dan
tabes dorsalis, namun mempunyai efek samping bila digunakan dalam jangka lama,
yaitu pusing, vertigo, ataksia, dan diplopia.
f. Golongan Benzodiazepin
Salah satu jenisnya adalah diazepam, disamping senagai anti konvulsi juga mempunyai efek antiensietas dan merupakan obat
pilihan untuk status epileptikus.
3. Anti Parkinson
Berdasarkan konsep keseimbangan komponen dopaminergik-kolinergik, kemoterapi penyakit Parkinson dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu :
a. Obat Dopaminergik Sentral
Jenis obat ini adalah levodopa mempunyai daya absoprsi cepat secara aktif terutama di usus, dan kecepatan absorpsinya
tergantung dari pengosongan lambung. Absorpsi di sirkulasi sedikit karena cepat mengalami pemecahan di lambung, mudah
dirusak oleh flora usus dan lambat mekanisme absorpsi di distal duodenum.
Mekanisme kerja dari levodopa pada pasien Parkinson sebagian aktivitas enzim menurun tetapi pada keadaan ini akan
mencukupi untuk mengubah levodopa menjada dopamine. Dengan pemberian levodopa sebagian pasien menunjukan gejala
trias yang berkurang. Namun efek samping levodopa juga perlu mendapat perhatian, karena sangat mengganggu seperti : mual,
muntah, nausea, diskinesia dan gerakan volunteer.
b. Antikolinergik Sentral
Obat golongan ini merupakan alternative dari levodopa dalam pengobatan Parkinson,
Antikolinergik yang sering digunakan antara lain : biperiden, proksiklidin, benztropin
dan antihistamin dengan efek antikolinergik difenhidramin.
Mekanisme kerjanya mengurangi aktifitas kolinergik yang berlebih di ganglia basalis.
Obat golongan ini mempunyai efek samping sentral dan perifer, berupa ataksia,
disartria, hipertermia. Antihistamin dapat digunakan sebagai obat Parkinson dengan
efek antikolinergiknya.
4. Kaitan Topik Dengan Proses Keperawatan
Sebagai perawat tentunya harus mengetahui penyakit dan jenis pengobatan apa yang sedang dilakukan pada pasiennya, dengan
demikian akan mudah mengenali hal-hal yang terjadi pada pasiennya. Sehubungan dengan berbagai jenis obat yang akan
diberikan, hal-hal yang perlu dikaji dari pasiennya, antara lain :
Identitas pasien
Alergi terhadap salah satu jenis obat
Pengetahuan pasien tentang penyakit dan pengobatan
Pola makan dan gaya hidup
Riwayat minum obat sebelumnya
Koping dan motivasi terhadap penyembuhan penyakit
Support system di keluarga
• Kesiapan dana dan pengobatan jangka panjang
5. Kritik Terhadap Temuan
Tidak diungkap pengalaman individu dalam menggunakan obat-obat neuro secara detail, sehingga dapat memberi gambaran
bagi pasien lain yang mendapat pengobatan serupa. Obat-obat neuro cenderung mempunyai jenis yang banyak, sehingga
cenderung mempunyai kesan “ Trial and Error “ .
6. Rencana Aplikasi di Klinik
√ Menjadi pendamping pasien saat harus memilih jenis pengobatan yang harus dijalankan dengan memberikan informasi yang
diperlukan. √ Berusaha turut memberikan motivasi dan sebagai PMO ( Pemantau Makan Obat ) dengan melibatkan keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar